JAKARTA – Komik sesungguhnya tidak untuk dipamerkan, namun untuk dicetak, diterbitkan dan dibaca. Pameran komik yang biasanya dilakukan, umumnya hanya bersifat penyampaian informasi, memamerkan asrisp seperti yang dilakukan museum komik atau pameran industri buku komik.
Pameran Dunia Komik di Galeri Nasional Indonesia (Galnas) yang digelar pada 2-18 April 2018, adalah sebuah kerkah (rupture) dalam ranah kelembangaan seni rupa kontemporer Indonesia.
Setidaknya, fakta bahwa sebuah pameran dan kusala (award) yang lazimnya diberikan pada karya-karya seni rupa kontemporer kini dialihkan dan difokuskan pada seni komik adalah sebuah laku dan pernyataan unik; bahwa seni komik setara belaka dengan seni rupa kontemporer.
“Bahkan, memang ini adalah aspek kritis dari pelaksanaan pameran kali ini, terhadap seni rupa kontemporer Indonesia. Bahwa seni komik yang lebih serius diapropriasi saja oleh sebagaian perupa kontemporer Indonesia pasca-Pop Art untuk jadi bahan baku karya kontemporer,” kata kurator Hikmat Darmawan saat pameran digelar di Galas, Senin (2/4/2018).
Apakah komik bisa dianggap sebagai sastra atau seni yang serius?
“Ketika artwork komik dilepas dari sistem produksi komik, apakah menjadi karya seni? Pameran ini tidak akan menjawab tersebut. Tapi harapan kami pameran ini, bisa menambah pemahaaman tentang apa itu komik,” kata kortor, Iwan Gunawan, Senin (2/4/2018).
PAMERAN
Sebagai bentuk komitmen dalam memajukan Seni Rupa Indonesia, Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI) yang berdiri sejak tahun 1994, senantiasa memberi ruang-ruang apresiasi kepada seniman Indonesia dengan menggandeng berbagai mitra yang memiliki kepedulian dalam bidang seni budaya.
Pada tahun 2013,Yayasan Seni Rupa Indonesia bekerjasama dengan PT Gudang Garam Tbk., menyelenggarakan kegiatan Indonesia Art Awards, yaitu mencari potensi seniman kreatif dan inovatif dalam bidang seni rupa khususnya karya-karya fine art. Sebagai program rutin maka pada tahun 2015 GGIAA kembali dilaksanakan, dan sesuai jadwal seharusnya GGIAA berikutnya dilaksanakan tahun 2017, namun karena beberapa pertimbangan GGIAA baru terlaksana pada tahun 2018.
Pada kegiatan GGIAA 2018 ini terdapat perbedaan konsep kegiatan khususnya dalam hal kategori karya, yaitu menitikberatkan pada karya “Pop Art”, khususnya Seni Komik melaui tema ‘Dunia Komik’. Pemilihan Komik sebagai tema dengan pertimbangan komik merupakan bahasa komunikasi visual yang universal, dan saat ini dunia Internasional sudah mulai memberi ruang apresiasi terhadap Seni Komik.
Meski awalnya sempat terjadi kekhawatiran tentang jumlah peserta, namun berdasarkan data yang masuk jumlah peserta sangat antusias. Tercatat jumlah keseluruhan peserta 350 orang, dari berbagai wilayah di Tanah Air, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali hingga Indonesia Timur dan Papua.
SELEKASI
Melalui seleksi tahap awal terseleksi sebanyak 129 karya, 90 adalah peserta dari kategori umum dan 39 adalah peserta kategori undangan. Dari 129 karya dipilih 3 Pemenang, dan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat dan dana apresiasi, Pemenang I Rp. 75.000.000,-, Pemenang II Rp. 50.000.000,- dan Pemenang III Rp. 30.000.000,-.
Pameran ini dikuratori Jim Supangkat, Iwan Gunawan, dan Hikmat Darmawan. Menurut Jim Supangkat, di tengah kebuntuan wacana seni rupa kontemporer tidak bisa lain harus menoleh ke dunia komik dan mengkaji standar-standar artistiknya untuk menemukan penyebab terjadinya artification (men-seni-kan) komik. Paling tidak melalui kegiatan GGIAA 2018 “Dunia Komik” bisa ditemukan jawaban nalar mengapa gejala ini terjadi.
KEGIATAN
Pameran karya-karya GGIAA 2018 ‘Dunia Komik’ juga akan diadakan ‘Bincang-bincang Dunia Komik’, pada Senin 16 April 2018, menampilkan pembicara sesi I: Jim Supangkat (Bahasa Budaya Cerita Gambar), Seno Gumira Ajidarma (Komik Sebagai Produk Budaya), Iwan Gunawan (Sejarah Komik), dan Hikmat Darmawan (Perkembangan Komik Mutakhir).
Sesi II : Muhammad Misrad (Mice) – Komikus Benny & Mice, Borton Liew – CEO aplikasi komik CIAYO Comics dan Muhammad Faisal – Pendiri Youth Laboratory Indonesia dan Penulis Generasi Phi (Gramedia, 2017). Selain itu juga ada penjualan produk-produk merchandise yang diproduksi YSRI. (a2k/gr)