(Menakutkannya Pendemi Kolera 1915-1918 Dari Padang Sidimpuan Sampai Pematang Siantar)
Pengumuman berbahasa Batak ini dimuat koran Immanuel, 1918, tentang : Taringot tu Sahit Kolera. Pengumuman ini ditulis oleh Dokter Winkler, orang Belanda yang cemas atas wabah Kolera yang mematikan itu. Dalam terjemahan yang dikirimkan sahabat saya Manguji Nababan, Dokter Winkler menyebutkan bahwa tahun 1918 telah “mewabah penyakit kolera di Padang Sidimpuan, yg menyebar dari Sibolga. Setelah tuan dokter kompeni yg bermukim di Tarutung mendengar hal itu, dia pun bergegas memvaksin (menyuntik) orang-orang di sana. Oleh karenanya, penyakit pun berangsur hilang.
Tapi tuan dokter itu juga mengantisipasi supaya jangan tertular penyakit itu ke daerah lain. Lalu penduduk di Tarutung juga dicacar dan kampung-kampung sepanjang jalan dari Tarutung ke Sibolga. Sebagian penduduk di Balige pun sudah dicacar.
Tuan itu juga meminta saya untuk mengumumkan kepada saudara-sadaraku melalui Surat Kuliling ini. Dia berpesan akan diadakan suntik cacar di daerah-daerah yang lain. Semoga orang-orang berniat untuk ikut dicacar di tempat itu.
Sesungguhnya kamu sudah paham faedah cacar itu dari pengalaman cacar ngenge; Obat yg mau disuntikkan (vaksin) tidak akan berguna untuk menyembuhkan orang yang sudah tertular. Namun sangat bermanfaat untuk melindungi seseorang dimasa epidemi itu, supaya jangan tertular semakin luas kepada orang lain.
Salam saya,
Dr. Winkler
Pearaja, 22 agustus 1918.”

Tiga tahun sebelumnya Koran Sumatra Bode, 1Mei 1915 melaporkan pendemi kolera di Tapanuli. Tapi pemerintah Belanda waktu itu melakukan tindakan tegas untuk mengatasi penyakit menular ini. Mereka membentuk brikade Kolera untuk melakukan vaksinisasi orang Batak secara besar besaran. Para tenaga medis Belanda ini juga khawatir karena Kolera masuk ke Pematang Siantar. Ditemukan orang orang Tionghoa yang tewas di sungai karena penyakit ini. Sepanjang jalan di Pematang Siantar dilakukan vaksinasi massal. Dan kata berita itu, masyarakat Siantar berbaik hati mau sukarela “menyerahkan diri” untuk divaksin secara massal. Kecemasan pada virus yang mematikan satu abad yanglalu diatasi dengan vaksinasi.
Dalam sejarah pendemi, vaksinasi secara massal punya landasan historis menyelamatkan nyawa warga dari Padang Sidimpuan sampai Pematang Siantar. Semua ikut, gratis, tidak ada hiruk pikuk polemik dan mereka yang cari keuntungan ekonomi dan politik dari pandemi ini. Lain dulu lain sekarang. (Ichwan Azhari)