JAKARTA – Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah mempertanyakan apakah Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2024-2029 masih keren. Seperti Pilgub sebelumnya. Sebab jelas Ramdansyah yang juga mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta tersebut masuk dalam kawasan Aglomerasi.
“Sebenarnya pilgub DKI itu potensial masih tetap seperti dulu. Keren nggak sih dengan adanya aglomerasi bahwa hari ini Cianjur Bogor Kabupaten Tangerang dan seterusnya itu akan dipimpin oleh Wakil Presiden,” ujar Ramdansyah saat diskusi bertajuk Perang Bintang Menuju Pilkada Jakarta 2024 di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/5/2024).
“Sementara Gubernur DKI adalah bagian dari aglomerasi itu. Jadi keren enggak sih sebenarnya pilgub itu? Kalau nggak keren buat apa kita cawe-cawean,” imbuh Ramdansyah yang saat ini menjadi Kabid Kepemiluan di Majelis Nasional KAHMI.
Seperti diketahui Jakarta termasuk ke dalam kawasan aglomerasi menurut Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Adapun, RUU tersebut sudah ditetapkan menjadi Undang-undang pada Kamis (28/3/2024) melalui pengambilan keputusan tingkat II Rapat Paripurna DPR RI.
Aglomerasi merupakan sentralisasi kegiatan ekonomi dan industri di kawasan tertentu, terutama perkotaan. Kawasan aglomerasi yang tertuang dalam UU DKJ mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).
Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan, walaupun masuk aglomerasi bukan berarti tidak peduli dengan Pilgub. Menurutnya pengawasan perlu dilakukan.
Selain itu pihaknya jelas Ramdansyah juga perlu menyoroti politik uang.
“Di Jakarta politik uang itu masih saja terjadi ya nilai 100 atau 200 ribu rupiah.
Juga cliktivisme, kecepatan tangan lebih cepat dari pikiran. Kalau kita sudah benci dengan seseorang kalau ada berita walaupun infonya belum tentu benar, kita langsung share,” jelas Ramdansyah.
“Dalam Pilkada potensi terjadi pelanggaran bisa saja terjadi. Setiap tahapan pasti terjadi potensi. Misalkan dalam daftar pemilih mau nggak KPU dan teman-teman itu memperbaiki DPT-nya secara akurat,” jelas Ramdansyah.
“Di Jakarta pertumbuhan penduduk terus bertumbuh tetapi daftar pemilih seringkali pertumbuhannya naik atau turun. Itu harus kemudian diperhatikan dengan benar. Saya yakin di DKI Jakarta punya potensi untuk meminimalisasikan hal itu karena sebagian besar itu terjadi kantong-kantong yang sulit diakses. Potensi itu membuat DPT yang benar itu sulit,” imbuhnya.
Sementara itu terkait siapa calon Gubernur DKI Jakarta, Ramdansyah mengatakan saat ini sudah banyak nama yang beredar di media massa. Seperti Anies Baswedan, Andika Perkasa, Sudirman Said dan Sri Mulyani. Menurutnya ini adalah perang bintang, tetapi Parpol-Parpol yang akan mengusung Gubernur DKI masih belum dapat persetujuan dari DPP Partai.
Sikap kehati-hatian ini karena ada alasan tersendiri menurut Ramdansyah, “Level jakarta sama dengan menteri. Maksud saya kalau mereka muncul yang jadi pemimpin DKI adalah yang berpengalaman dan berpotensi jadi Presiden di Pemilu 2029. Karenanya Pimpinan Pusat partai politik cukup berhati-hati dalam membuat keputusan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya mengatakan pihaknya akan transparan di semua tahapan untuk mencegah adanya intervensi.
“Terkait pemilihan kepala daerah ini, kita meyakini karena kita membuka secara transparan, proses dan tahapannya dengan terbuka, kita yakin cara kita menghindari intervensi dengan membuka semua tahapan,” ujarnya.
Dody juga berharap masyarakat Jakarta, agar memastikan namanya masuk dalam daftar pemilih.
“Dari sisi pemilih, tentu ini menjadi isu yang penting ya. Pemilih di DKI Jakarta, dan teman-teman yang punya hak pilih, pastikan nanti terdaftar dalam daftar pemilih,” kata Dody.