Merdeka Belajar Jadi Lahan Tumbuhkan Kreativitas di Satuan Pendidikan

Kreativitas Pendidikan

JAKARTA – Pendidikan sejatinya bertujuan untuk memerdekakan pikiran, lahir dan batin peserta didik. Oleh karena itu, melalui kebijakan Merdeka Belajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menciptakan lahan agar kreativitas tumbuh dan berkembang baik pada peserta didik, tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk), Totok Suprayitno mengungkapkan untuk menciptakan praktik baik kepada peserta didik, para guru didorong untuk terus berkreasi.

Bacaan Lainnya

“Kreativitas yang dibangkitkan dari guru-guru itu sendiri bukan resep yang dibawa, tapi bangkit dari guru-guru itu sendiri. Terbukti telah membuat pembelajaran ini menyenangkan. Pembelajaran ini bisa memberikan bekal yang baik. Belajarnya bisa ditingkatkan kualitasnya,” kata Totok pada Bincang Daring “Kemitraan Untuk Pembelajaran” yang diselenggarakan atas kerja sama Kemendikbud dengan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), di Jakarta, pada Selasa (12/5/2020).

Sejalan dengan kreativitas, Kemendikbud bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan program INOVASI yang digagas bersama dengan Pemerintah Australia sejak 2016, terus berupaya menemukan dan memahami cara-cara untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa kelas awal di berbagai daerah di Indonesia terutama dalam bidang literasi dan numerasi serta pendidikan inklusif.

Totok Suprayitno mengungkapkan setiap kali dirinya melihat dan berkunjung ke sekolah-sekolah yang menjadi garapan program INOVASI, selalu timbul rasa optimisme bahwa melalui kolaborasi ini kualitas pendidikan di Indonesia bisa ditingkatkan.

“Yang selalu kita anggap mustahil mengubah kultur belajar dari yang kaku, yang serba ikuti petunjuk menjadi sebuah proses belajar yang penuh dengan kreativitas oleh guru. Matematika yang momok dan menjadi menyenangkan, literasi yang sulit dicapai dari berbagai tes, ternyata bisa ditingkatkan dengan cara-cara yang bisa dimunculkan oleh guru-guru yang bersangkutan,” kata Totok.

Dalam melaksanakan program INOVASI, Totok mengungkapkan dibutuhkan kreativitas yang mendorong setiap guru di sekolah sasaran untuk berkreasi. “Kreativitas memang tidak bisa diajarkan, tetapi bisa ditumbuhkan dan ditularkan karena kreativitas yang dimiliki guru berbeda-beda,” ungkap Kabalitbangbuk.

Totok menegaskan target dari program INOVASI ini adalah memiliki sekolah-sekolah yang melaksanakan praktik baik yang bisa diadaptasi oleh sekolah-sekolah lain. “Kalau selama ini banyak sekolah yang menunggu petunjuk dari Kementerian untuk menjalankan proses pendidikannya, maka inovasi ini dibalik. Jangan Menunggu petunjuk tetapi Ayo. Jangan takut untuk mencoba berkreasi. Jangan takut salah. Karena kreativitas tidak mengenal salah,” tegasnya.

Sejak tahun 2018, INOVASI bersama 21 kemitraannya yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK), NGO (Organisasi Non-Pemerintah), dan institusi lainnya berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memajukan pendidikan dan meningkatkan hasil belajar siswa-siswa di Indonesia. Khususnya di empat provinsi mitra INOVASI yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur dan Kalimantan Utara.

Konselor Pembangunan Manusia Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Michelle Lowe memberikan apresiasi atas keberhasilan program INOVASI. Menurutnya, Program INOVASI merupakan kemitraan yang sangat penting antara Pemerintah Indonesia dan Australia.

“Kolaborasi adalah kunci dalam peningkatan kualitas pendidikan. Bekerja langsung dengan sekolah, guru, dan pejabat pemda, INOVASI bertujuan untuk memperkuat kualitas pengajaran dan pembelajaran di Indonesia,” tutur Michael Lowe.

Direktur Program INOVASI, Mark Heyward mengungkapkan bahwa dirinya beserta tim sangat bangga melihat hasil-hasil yang positif dan sangat menggembirakan. Salah satu hasil yang sangat membanggakan contohnya adalah meningkatkan kemampuan literasi bagi kelompok siswa kelas rendah.

Di NTT misalnya, data INOVASI menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa meningkat dari 22 persen menjadi 53 persen. Pada angka hasil belajar siswa, kegiatan kemitraan juga telah berhasil memperkecil jarak antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa lainnya, yang tadinya 17 persen menjadi 4 persen. “Hasil-hasil ini memberikan inspirasi bagi saya, dan saya kira bagi kita semua,” terang Mark.

Penguatan Ekosistem Tingkatkan Kualitas

Keberhasilan kerja sama dalam program INOVASI ini diapresiasi oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Iwan Syahril. Ia mengatakan bahwa Kemendikbud menginginkan adanya ekosistem yang kuat sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan.

“Arahan dari Presiden adalah kita harus kerja keras, kerja cepat, kerja produktif, tapi jangan lupa fokusnya adalah outcome. Outcome tersebut Mas Menteri terjemahkan sebagai hasil belajar murid. Kita masih perlu kerja keras yang lebih fokus lagi, dan visi Merdeka Belajar adalah visi yang fokus kepada murid,” ujar Iwan.

Program INOVASI ini, lanjut Iwan, fokus pada jenjang pendidikan dasar karena pendidikan dasar adalah pondasi untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Fokus program ini adalah untuk mencari solusi yang relevan dan sesuai dengan tantangan pembelajaran yang ada di daerah masing-masing.

Wakil Bupati Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Umbu Lili Pekuwali menyadari bahwa angka kemampuan literasi siswa di Sumba Timur termasuk yang rendah dibandingkan provinsi lain maupun kabupaten lain di Provinsi NTT. Sebelum bekerja sama dengan program INOVASI, pemerintah daerah lebih menekankan kepada penyediaan sarana prasarana, dan meningkatkan ketersediaan tenaga kependidikan.

Akan tetapi dengan hadirnya kerja sama pemerintah daerah dengan INOVASI, para pemangku kepentingan sadar bahwa peningkatan kualitas siswa sebetulnya dapat dilakukan dengan program-program yang lebih menyentuh pada mutu pendidikan.

“Penguatan kapasitas guru, manajemen kepala sekolah, pelibatan orang tua, serta bagaimana kami bisa menyediakan buku-buku yang membantu siswa untuk lebih tertarik dalam meningkatkan kemampuan literasi. Saya kira ini yang penting,” ujar Umbu.

Selain itu, tambah Umbu, terkait dengan kemampuan pendidik dalam upaya untuk siswa di tingkat dasar pada kelas rendah agar tertarik beraktivitas di dalam ruang kelas, model pengajaran yang diajarkan oleh mitra adalah menggunakan bahasa ibu.

“Para siswa kelas rendah ini masih ada yang menggunakan bahasa daerah dan belum fasih berbahasa Indonesia. Mitra INOVASI memberikan pemahaman bagi para guru untuk bisa menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa daerah pengantar awal sehingga para siswa tidak merasa asing saat masuk pertama di ruang kelas,” ungkapnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumum, mengungkapkan bahwa pada dua tahun terakhir hadir beberapa LSM untuk membantu Kabupaten Lombok Tengah membawa cerita bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

“Contohnya kehadiran rekan-rekan dari Forum Lingkar Pena (FLP) hadir membawa program buku belajar inklusif untuk anak-anak yang tuna rungu,” terang Sumum.

Kehadiran dari Universitas Mataram (Unram) di 2 kecamatan di Lombok tengah, lanjut Sumum, juga membantu pengembangan pendidikan. Pengembangan dilakukan melalui pemberdayaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) supaya semua praktik baik yang diberikan oleh FLP dan Unram dapat dikembangkan melalui KKG dan MGMP di Kabupaten Lombok Tengah.

“Sehingga seandainya program ini selesai, kami bisa mandiri. Anak-anak kami bisa terlayani dengan keberadaan dari kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah, khususnya pengembangan literasi dan numerasi, terlebih lagi pendidikan inklusif,” ujar Sumum.

“Bahkan Unram (Universitas Mataram) punya komitmen bahwa untuk semua mahasiswa yang tamat perguruan tinggi itu minimal memiliki pengetahuan 2 SKS pendidikan inklusif. Walaupun kami dalam keadaan refocusing anggaran, khusus untuk pendidikan inklusif tidak dihapus dalam rangka meningkatkan kompetensi guru dalam pendidikan inklusif,” pungkas Sumum. (red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *