Membaca Ulang Kondisi Pendidikan di Kabupaten Lebak

Faizal Hermiansyah

Oleh: Faizal Hermiansyah

(Calon Anggota Legislatif Provinsi Banten, Daerah Pemilihan Kabupaten Lebak) Karena kita bergembira bukan karena memotong padi; kita bergembira karena memotong padi yang kita tanam sendiri. Dan jiwa manusia tidak bergembira karena upah, tapi karena bergembira untuk mendapatkan upah itu.
― Multatuli

Bacaan Lainnya

Memasuki 25 tahun Reformasi, kondisi pendidikan di Indonesia masih terdapat beberapa catatan. Pada momentum ini, penting rasanya untuk membaca kembali bagaimana kondisi Pendidikan di Indonesia. Beberapa catatan tersebut di antaranya; minimnya fasilitas pembelajaran di beberapa daerah tertinggal, tidak meratanya akses pendidikan, hingga persoalan bongkar-pasang kebijakan pendidikan yang belum tersosialisasi secara optimal. Pada beberapa daerah di Indonesia, ada yang mudah mengakses pendidikan, sebaliknya sangat
banyak yang mengalami kesulitan mengakses pendidikan. Hal ini pula yang terjadi di Kabupaten Lebak.

Belum meratanya kesempatan pendidikan dan rendahnya mutu pendidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas masih dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Lebak. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Lebak mencatat 45,93 persen warga usia 15 tahun ke atas di Lebak hanya lulusan sekolah dasar (SD). Data BPS pada tahun 2022 mencatat pendidikan yang ditamatkan penduduk berumur 15 tahun ke atas di Lebak paling banyak adalah tingkat SD sederajat yaitu sebesar 45,93 persen, sedangkan SLTP hanya
19,95 persen.

Sementara itu, warga yang lulusan SMA hanya 15,12 persen. Artinya, dari data BPS menunjukkan bahwa rata-rata warga Lebak dalam menempuh pendidikan hanya 6,59 tahun atau setara SMP kelas satu. Jadi secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Lebak baru lulus SD dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang SLTP. Ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang ada, dari 1,3 juta penduduk rata-rata lama sekolah (RLS) yang ditempuh hanya 6,59 tahun atau hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai
tingkat SMP kelas satu. Sangat menyesal saya katakan, bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Lebak masih terbilang rendah.

Jika kita sepakat bahwa pendidikan sangat berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan, maka seharusnya pendidikan adalah kunci untuk kemajuan Kabupaten Lebak. Bicara soal pendidikan, saya teringat bagaimana gagasan Multatuli yang melakukan kritik terhadap sistem perbudakan yang dialami masyarakat Lebak.

Melalui bukunya ‘Max Havelaar’ Multatuli menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat Lebak Banten akibat penjajahan Belanda. Berkat kritikan dalam karyanya itu, sistem tanam paksa perlahan-lahan dihapuskan.
Satu pernyataan Multatuli yang masih terngiang adalah “bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia”.

Melalui novelnya, dengan tegas ia melawan segala bentuk perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Hindia-Belanda. Meskipun novel Max Havelaar terbit tahun 1860—156 tahun yang lalu—novel ini masih relevan untuk kita bicarakan terutama dalam melihat kondisi Pendidikan masyarakat Lebak hari ini. Melalui narasi yang digagas oleh Multatuli seharusnya membawa kesadaran pada kita tentang pentingnya keadilan, kesetaraan, kemerdekaan, yang perlu didapatkan masyarakat Lebak dalam akses pendidikan.

Sejalan dengan Multatuli, saya juga teringat gagasan Amartya Sen dalam bukunya “Development as Freedom”. Menurut Sen, memaknai freedom (kebebasan/kemerdekaan) sebagai peningkatan akses terhadap pengembangan diri, termasuk akses atas pendidikan. Sen mengkategorikan pendidikan sebagai salah satu social opportunities (kesempatan sosial) yang sangat mendasar untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dan layak. Menurut Sen, akses terhadap pendidikan bukan hanya penting untuk mencapai taraf hidup bahagia, namun juga menjadi modal dasar berperan lebih efektif dalam ruang ekonomi dan politik. Pandangan Sen
ini sejalan dengan Jeffrey Sachs dalam karyanya “The End of Proverty”. Sachs menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pengembangan human capital, terutama lewat pendidikan.

Artinya, dalam hal ini saya tegaskan bahwa pendidikan tidak saja sebagai jalan pemecahan
masalah, tetapi juga merupakan isu strategis yang perlu dibicarakan lebih serius. Persoalan di
Kabupaten Lebak saat ini adalah rendahnya akses pendidikan yang menyebabkan rendahnya
tingkat pendidikan. Maka, sudah sepatutnya program unggulan Kabupaten Lebak yaitu ‘Lebak
Sehat, Lebak Pintar dan Lebak Sejahtera, bukan sekadar jargon belaka.

Pentingnya memperluas akses dan mutu pendidikan menjadi salah satu peluang bagi kemajuan Kabupaten Lebak. Tentu saja ini adalah tantangan untuk mengejar ketertinggalan di berbagai sektor pembangunan salah satunya sektor pendidikan. Semoga upaya pemerintah Kabupaten Lebak untuk memberikan akses pendidikan bagi setiap warga dapat ditunaikan. ***

Pos terkait