Membaca Pusaka

Rd. Ace Sumanta

Catatan: Rd. Ace Sumanta

SEBELUM menguraikan sasaran dan tujuan dalam pendalaman bahasan “Membaca Pusaka”, terlebih dahulu akan menyajikan satu judul puisi yaitu:

Bacaan Lainnya

JEJAK MENUAI PERGI
Dengan cepat wajah kota lelah sirna
Tak tertuang fosil atau darah membeku warna pun kusam
Mereka merasuk pada puing-puing rumah
Mungkin juga sebagian terbenam di parit dan menjadi hiasan benteng raksasa
Namapun tak kau kembali.
Dimana ruah mulai pasrah
Kehausan ego membuka celah tak saling mengenali
Bahkan lebih suka menghakimi karena bicara harga diri
Jejak Pakuan Pajajaran terpatri pada Prasastii-prasasti yang susah dikenali
Lebih suka datang dan pergi
Seonggok doa kau panjatkan
Letih menuai lirih
Pedih menghunjam lara
Kemana kini sang pujangga bermuara
Hanyut oleh zaman berenang di sungai dangkal.
Katanya, Kau mencintaiku
Larik menjuntai terhunjam kepedihan
Lorong-lorong yang dulu harum stupa, kini pamplet cintamu penuh dusta
Kemana jejak itu kau simpan
Terkubur waktu
Lelah kau melangkah
Anak cucumu gelap juga gelisah membedah angin menghantar kekusaman waktu.

Puisi karya: Ace Sumanta
(Batu Tulus, 8 September 2020)

Setiap baris puisi di atas mengandung nilai-nilai holistik berupa narasi tafsir estetik. Mengutip pendapat Prof. Dr. A. Teeuw adalah nilai yang mengandung makna transendental. Ada makna terungkap di balik uraian naratif. Menyiratkan makna dan nilai-nilai kekuatan “transendental”. Makna kepusakaan dengan uraian implisit dan ekplisit.

Silakan simak secara ekpresif ada ada kata-kata seperti : rumah tua, benteng yang sudah hampir terbenam dan tak dikenali.

Jejak Pakuan Pajajaran, prasasti, sungai dangkal, lorong, stupa. Hal itu : “Terkubur waktu Lelah kau melangkah Anak cucumu gelap juga gelisah membedah angin menghantam kekusaman waktu”. Puisi tersebut mengandung yang bernilai sarat makna, baik implisit maupun ekplisit. Tentu saja, saya tidak akan menguliti sajak tersebut hal itu sebagai pengantar dalam memaknai “kepusakaan”.

Orang yang bijak dalam memahami pusaka perlu adanya regulasi sebagai penunjang upaya penyelamatan, pelestarian dan sebagai warisan peradaban bangsa.

Mari kita baca Undang-Undang RI Ni. 11 tahun 2010, tentang : Cagar Budaya. Sejak tahun 2012, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum melaksanakan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Sudah ditetapkannya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO.

Pemerintah daerah Kota Bogor melalui Dinas terkait berbenah agar program Bogor Sebagai Kota Pusaka dapat terwujud. Tentu saja mustinya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menginiasi akan lahirnya berbagai kebijakan untuk dalam penyelamatan, pelestarian dan sebagai warisan peradaban baik masuk pada ranah pusaka alam, pusaka budaya maupun pusaka saujana.

Secara umum pengertian Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam , budaya baik ragawi serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/ kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara epektif (Grand Design P3KP).

Di Kota Bogor telah diadakan perbagai kegiatan, bimbingan, seminar-seminar hingga pembuatan Peraturan Walikota terkait dengan Bogor sebagai Kota Pusaka. Hampir seluruh dinas, lembaga maupun komunitas cagar budaya, seniman dan budayawan dilibatkan dan di di Undang oleh Badan Perencanaan Bangunan Daerah Kota Bogor (BAPEDA).

Hanya sangat disayangkan Dinas Kebudayaan dariwisata dan Budaya (DISPARBUD) Kota Bogor yang ditudasi dan diberikan amanah oleh Walikota Bogor melalui Perwali No. 17/2015 sebagai Sekretaris tidak menjalankan fungsinya secara maksimal tidak dilakukan penuh kehusuan dan epektif sebagaimana seharusnya. Para aktivis seni-budaya cukup bergairah.

Contoh kecil saja lahirnya komunitas pelestarian Bogor sebagai Kota yang disebut “Konsil Kota Pusaka” dengan beberapa pakar yang komitmen dan siap membantu/memfaslitasi sebagai rujukan kesejarahan dalam implementasi UU Cagar Budaya, dan berbagai regulasi sebagai turunannya.

Begitu adanya Lembaga Kajian yang sudah dideklaradikan di Ruang RektoratUniversitas Pakuan dengan namanya cukup mengandung nilai kesejarahan yaitu Lembaga Kajian dengan nama “Pusaka Pakuan”. Begitu pentingnya lembaga pengkajian dan sebagai Pusat Penelitian dan Pengkajian dari nilai-nilai kepusakaan dan Kesejarahan. Semuanya dibutuhkan kerjasama yang bersifat kolaboratif.

Inilah sisi kolaborasinya suatu program adalan berperannya masyarakat dalam pengembangan pusaka. Tentu saja, jika sinergitas terjadi mukuscdan berkelanjutan akan terwujudnya:

  1. Pengamanan aset pusaka.
  2. Penyelamatan aset pusaka
  3. Pengawasan pada pelestarian aset pusaka.
    Oleh karena itu dengan adanya Undang, Peraturan Daerah maupun Perwali /Peraturan Bupati
    untuk lebihbepektif dalam:
  4. Perlindungan aset pusaka
  5. Pengembangan aset pusaka
  6. Pemanfaatan aset pusaka.

Maka dari itu upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kota pusaka mutlak diperlukan. Keragaman temuan maupun pengungkapan dari berbagai sektor real tentang kepusakaan bisa datang dari masyarakat. Tinggal pemangku kebijakan dapat menerumuskan dan menetapkan serta tertuang dalam naskah akademik.

Dari situ akan mendorong regulasi sehingga peranan lembaga legislatif untuk melahirkan Undang-undang, Peraturan Gubernur/Walikota/Bupati mutlak diperlukan agar seluruh tujuan dan harapan dapat diwujudkan.

Di bawah ini, akan digambarkan berupa gambar: Paradigma Pengembangan Pusaka yaitu: Secara simultan dan bermanfaatnya adanya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang tetsebut membuka dan mendoring agar memperhatikan kondisi nyata seperti ekonomi, sosial , budaya, politik, hukum, pertahanan, keamanan, lingkungan hidup serta iptek sebagai satu kesatuan.

Begitu juga turut lahirnya Peraturan Pemerintah tentang RTRWN dalam sudut pandang untuk kepentingan sosial budaya seperti tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, merupakan aset nasional/internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan menjaga keanekaragaman budaya.

Kini Kota Bogor telah memiliki TABG (Tim Ahli Bangunan) juga TACB (Tim ahli Cagar Budaya). Semua tinggal gerakan aktivitas dalam pemberdayaan semua sektor. Jika hal tersebut sudah maksimal kita berkeyakinan manfaat itu semua akan tercermin pada kesejahteraan masyarakat.

Maka masyarakat dan pelaku usaha, UMKM kearifal lokal dan pelaku usaha lainnya bisa melaksanakan musyawarah Kota Pusaka.

Semoga Pemerintah Daerah Kota Bogor untuk bisa melakukan amanah musyawarah Kota
Pusaka dengan sebaik-baiknya.

(Bogor, 20 Januari 2021)

*Rd. Ace Sumanta–Budayawan/sastrawan dan pegiat kepusakaan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *