Oleh : Malubi
“Kami telah menentukan kematian atas kamu, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.” (Q.S.Waqiah 60).
Sesungguhnya kematian itu telah ditentukan Allah bagi tiap-tiap mahluk. Tidak ada seorang manusia yang bisa lari dari ketentuan Allah itu. Mati adalah rahasia Allah. Sedetik ke depan tidak ada yang bisa menentukan satu kepastian yang bakal terjadi. Inilah bukti kekuasaan Allah yang mengajarkan kepada manusia bahwa hidup ini senantiasa dalam pengawasan dan kekuasaan Allah.
Mati adalah rahasia Allah. Tidak ada manusia yang bisa menaksir-naksir hari kematiannya , apalagi menentukan kematian itu sendiri, karena wewenang sepenuhnya untuk kematian adalah hak dan milik Allah, namun demikian manusia dianjurkan tetap berusaha untuk mempertahankan kehidupannya. Berjuang dengan berbagai macam upaya agar tetap berlanjut kehidupannya, namun itu bukan sesuatu yang pasti, tapi upaya untuk tetap hidup harus dilakukan.
Allah melarang manusia pasrah pada kematian. Bila sakit datang menyerang, baik sakit yang ringan maupun sakit yang amat berat, manusia tetap dianjurkan untuk berobat seraya memohon doa kesembuhan kepada Allah dengan sabar dan ikhlas. Sabar atas derita cobaan yang Allah berikan, serta ikhlas menerima cobaan Allah itu.
Ayat di atas menjelaskan dengan tegas, bahwa Allah pemegang utuh yang namanya kematian. Meskipun ia seorang dokter yang memiliki keahlian di bidang pernasfasan, tapi kalau Allah sudah menentukan berakhir kepadanya kehidupan, maka mati itu akan datang merenggutnya. Sakit dan sehat bukan sebuah alasan untuk kematian, dan tidak bisa seseorang itu lari dari kematian. Sungguh tidak ada tempatnya bersembunyi dari kematian. Benteng yang tinggi lagi kokoh, atau pengawal pribadi yang jumlahnya ribuan, tidak bermanfaat sama sekali untuk menghalau kematian itu, karena kekuasaan sepenuhnya berada di tangan Allah Swt.
Imam Gazali mengingatkan bahwa yang paling dekat dengan manusia itu adalah kematian. Maka sesungguhnyalah manusia yang bijak, adalah manusia yang senantiasa mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian itu, agar ia tidak mati dalam kesia-siaan. Menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai ladang amal. Tidak menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat, tapi semua sisi kehidupannya ia lakukan dalam bentuk ibadah.
Seperti apa yang mati dalam kesia-siaan? Merekalah yang menumpahkan segala cintanya untuk kehidupan dunia ini. Hubbuddunya, tenggelam berpoya-poya dengan waktu, tanpa memikirkan hari esok akhirat yang merupakan kehidupan sebenarnya. Harta, jabatan, populeritas, kesenangan hawa nafsu dan sebagainya ia jadikan sebagai tujuan utamanya. Padahal, ketika maut datang merenggutnya, semua yang ia kumpulkan itu tak berguna baginya. Tak ada yang ia bawa ke dalam kubur, kecuali tiga lapis kain putih. Semua yang ia cintai tinggal di dunia. Dan siap menanti siksa kubur yang ia lupakan serta derita akhirat yang berkepanjangan.
Mari kita jadikan waktu yang masih tersisa ini untuk ladang amal, semoga di akhir kehidupan ini, keberuntungan menyertai kita. Tidak mati dalam sia-sia, tapi mampu memanfaatkan setiap waktu dan setiap aktifitas sebagai bentuk ladang amal, semoga. (***)