Sejumlah destinasi wisata di dalam kawasan TNWK itu, bisa dikemas menjadi paket-paket wisata yang banyak dimintai wisatawan dalam negeri maupun mancanegara
LAMPUNG – Meskipun tak termasuk salah satu dari 10 destinasi pariwisata yang menjadi prioritas pengembangan untuk mencapai target 20 juta wisatawan sampai 2019, Pemda Provinsi Lampung tetap mendorong Taman Nasional Way Kambas (TNWK) menjadi destinasi ke-11.
TNWK, yang terletak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, itu kini berbenah. Kawasan konservasi yang dikelola Balai Besar Taman Nasional Way Kambas, semakin giat menggali kemungkinan merangkul swasta untuk terlibat dalam mengembangkan sejumlah destinasi di dalam kawasan itu.
Salah satunya dilakukan dengan menggelar Seminar Nasional bertajuk “Ayo ke Taman Nasional Way Kambas” pada Senin, 15 November 2016 . Di dalam seminar yang melibatkan stake holder pariwisata seperti komunitas pengusaha biro perjalanan wisata, asosiasi pemandu wisata, para aktivis lingkungan hidup, dan pengusaha lokal itu, Balai Besar TNWK mengeksplorasi sejumlah paket yang bisa dikembangkan pihak swasta.
“Kami membuka diri bagi swasta yang ingin andil membangun TNWK sebagai destinasi pariwisata,” kata Kepala Balai Besar TNWK, Soebakir, dalam presentasinya.
Sejumlah destinasi wisata di dalam kawasan TNWK itu, bisa dikemas menjadi paket-paket wisata yang banyak dimintai wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Sebagian besar paket wisata itu ditujukan bagi wisatawan yang memiliki minat khusus. “Luas TNWK lebih 125.000 hektare. Kita sudah membagi-bagi zona sebagai paket wisata sesuai minat wisatawan,” kata Soebakir.
Beberapa dari paket wisata di dalam kawasan TNWK sudah dicoba saat Festival Way Kambas Pesona Indonesia digelar Kabupaten Lampung Timur selama tigas hari—11,12, dan 13 November 2016. Setiap hari, ada paket wisata yang disuguhkan kepada pengunjung seperti jelajah TNWK, yang diikuti ribuan pengunjung.
“Kita tak mengira minat masyarakat begitu tinggi mengikuti paket-paket wisata yang diberikan saat Festival Way Kambas yang ke-16. Pada hari penutupan festival, terjadi lonjakan pengunjung hingga terjadi kemacetan karena kantong parkir yang disediakan tak mampu menampung kendaraan yang masuk,” katanya.
Selain kawasan TNWK, Balai Besar TNWK sudah merancang pengembangan desa ekowisata sebagai destinasi wisata sekunder bagi pengunjung, dengan tujuan untuk meningkatkan wisatawan ke TNWK ini. “Masyarakat di sekitar kawasan hutan TNWK juga dapat merasakan manfaat ekonomis adanya kunjungan wisatawan ke TNWK ini,” katanya.
Destinasi wisata utamanya tetap Taman Nasional Way Kambas, tapi pelakunya adalah masyarakat karena Balai Besar TNWK ingin masyarakat ikut merasakan dampak dari kunjungan wisatawan tersebut.
Di dalam desa ekowisata, ditawarkan rumah singgah (homestay)bagi pengunjung yang ingin bermalam, aneka kerajian dari desa setempat, dan aneka kuliner dari wilayah ini. “Desa yang sudah berkembang menjadi desa ekowisata adalah Desa Labuhan Ratu VII, Labuhan Ratu IX di Kecamatan Labuhan Ratu, dan Desa Braja Asri Kecamatan Way Jepara,” katanya.
Kawasan hutan TNWK ini dinyatakan Menteri Pertanian tahun 1982, dan ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No.: 14/Menhut- II/1989 dengan luas 130.000 hektare. TNWK kemudian ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No.: 670/Kpts-II/1999, dengan luas 125.621,3 hektare, berada di Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
TNWK merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera.
Jenis tumbuhan di taman nasional ini, antara lain api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus).
TNWK memiliki 50 jenis mamalia, di antaranya badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung, di antaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.
Gajah-gajah liar dilatih di Pusat Latihan Gajah Way Kambas ini (9 km dari pintu gerbang Plang Ijo), menjadi gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah.
Pada pusat latihan gajah tersebut, dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah main bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi lainnya. Namun atraksi ini belakangan dihentikan oleh pengelola Balai Besar TNWK.
Pusat latihan gajah ini didirikan pada tahun 1985, dan sampai saat ini telah berhasil mendidik dan menjinakkan gajah sekitar 290 ekor. Beberapa ekor gajah jinak itu dikirim ke berbagai daerah di Indonesia maupun dipertukarkan dengan perjanjian kerja sama dengan beberapa pihak di luar negeri.
Beberapa lokasi/objek yang menarik untuk dikunjungi di TNWK, antara lain Pusat Latihan Gajah Karangsari, dan untuk kegiatan berkemah, di area Way Kanan, penelitian dan penangkaran badak sumatera dengan fasilitas laboratorium alam dan wisma peneliti, juga Rawa Kali Biru, Rawa Gajah, dan Kuala Kambas.
Pengunjung juga dapat menelusuri Sungai Way Kanan, pengamatan satwa (bebek hutan, kuntul, rusa, burung migran), padang rumput dan hutan mangrove. (Budi Hatees/gr)