Oleh. Riri Satria
SAAT ini, sebagian besar kita memiliki smartphone. Nah, silakan perhatikan dengan seksama smartphonenya. Itu adalah sebuah produk teknologi yang dulunya merupakan produk yang terpisah-pisah. Ada telepon untuk fasilitas telekomunikasi. Ada kamera untuk memotret. Lalu ada komputer untuk mengerjakan banyak hal. Nah, teknologi yang dulu terpisah-pisah itu sekarang menyatu pada satu produk. Teknologi menjadi lebih ringkas, satu produk dengan beberapa kegunaan. Inilah yang disebut dengan konvergensi teknologi.
Bagi yang menyukai fotografi, mari kita perhatikan perkembangan teknologi kamera saat ini. Kita pasti akrab dengan kamera Digital Single-Lens Reflex atau DSLR. Tetapi beberapa tahun belakangan ini muncul kamera dengan jenis baru, yaitu Mirrorless Interchangeable Lens Camera (MILC) yang sehari-sehari disebut Mirrorless Camera. Kamera jenis terbaru ini ukurannya lebih kecil, instrumen di dalamnya lebih ringkas, karena ada beberapa komponen yang menjadi konvergen.
Inilah yang dimaksud oleh Peter H. Diamandis dan Steven Kotler dalam buku mereka “The Future is Faster than You Think: How Coverging Technologies are Transforming Business, Industries, and Our Lives”. Buku ini terbit tahun 2020 ini dan sangat menarik untuk dibaca, karena proses kovergensi teknologi sedang terjadi secara besar-besaran saat ini.
Teknologi utama yang menjadi motor konvergensi teknologi ini adalah teknologi digital. Ini memang sebuah teknologi yang memberi dampak sangat cepat dan luas, bahkan disruptif kepada dunia bisnis, bahkan kehidupan kita sehari-hari. Bagi generasi X dan Y, konvergensi ini sangat terasa, sedangkan buat generasi Z, mereka sudah mengalami produk kovergensi sejak lahir, walaupun sebenarnya konvergensi itu masih terus berjalan, contohnya kamera mirrorless tadi.
Diperkirakan ke depannya, konvergensi teknologi peralatan yang kita gunakan akan semangkin masif, terutama dengan perangkat-perangkat internet of things atau IoT, sehingga kehidupan menjadi seperti apa yang disinyalir oleh Chris Skinner dalam bukunya “Digital Human: The Fourth Revolution of Humanity”.
Kehadiran teknologi pada hakekatnya adalah untuk mempermudah pekerjaan manusia, menggantikan manusia untuk pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya, serta memungkinkan manusia untuk mengerjakan hal-hal baru. Dengan teknologi manusia bisa mengerjakan hal-hal yang “lebih manusiawi” dan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya dan berisiko tinggi bisa dialihkan ke mesin.
Namun tidak itu saja, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya klerikal juga digantikan oleh mesin, misalnya penjaga gerbang tol di jalan, sekarang sudah tidak ada dan digantikan oleh mesin. Akhirnya manusia memang harus mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia yang membutuhkan pemikiran, kreativitas, perasaan, dan sebagainya, bukan lagi pekerjaan-pekerjaan yang rutinitas dan dapat dilakukan mesin.
Begitulah perkembangan zaman. Diamandis dan Kotler mengatakan “the future is faster than you think”. Peradaban sedang berubah, salah satunya karena konvergensi teknologi ini.
Pilihan kita hanya empat, yaitu (1) aktor yang menjadi motor dalam perubahan, (2) mengikuti perubahan supaya tidak ketinggalan, (3) hanya menonton perubahan sambil berkomentar sana-sini, serta (3) tidak tahu atau tidak mau tahu dengan perubahan.
Nah, yang manakah kita? (***)