JAKARTA – Kesadaran para pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HKI) dari produk yang mereka miliki dinilai masih minim sehingga Kemenparekraf berupaya memfasilitasi pelaku ekraf untuk mendaftarkan sekaligus memanfaatkan HKI.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Fadjar Hutomo dalam webinar yang mengusung tema “IP Protection for Your Brand”, Jumat (15/5/2020) mengatakan, untuk menjadikan ekonomi kreatif sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia di masa mendatang, maka yang perlu diperhatikan adalah kemasifan dari produk ekonomi kreatif itu sendiri.
“Dan karena ekonomi kreatif adalah berdasarkan monetisasi dari kekayaan intelektual, maka salah satu prasyarat yang harus dipenuhi adalah jumlah produk yang telah memiliki IP (Intelectual Property) atau hak kekayaan intelektual itu harus memadai atau dengan kata lain mencukupi jumlahnya,” kata Fadjar Hutomo.
Namun yang terjadi saat ini, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, dari jumlah 8,2 juta pelaku ekonomi kreatif di Indonesia baru 11 persen yang telah mendaftarkan hak kekayaan intelektual mereka. Atau baru sekitar 900 ribu pelaku usaha ekonomi kreatif yang menyadari akan pentingnya pendaftaran atau kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual.
“Ini jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara lain di luar kita. Maka untuk itu dibutuhkan program dan kebijakan untuk meningkatkan kesadaran pelaku ekonomi kreatif untuk mendaftarkan kepemilikan atas kekayaan intelektualnya,” kata Fadjar.
Untuk itu Fadjar mengatakan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan terus berupaya mendorong sekaligus memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektual agar dapat secara maksimal melakukan monetisasi dari produk yang mereka hasilkan.
Salah satunya melalui webinar kali ini yang tidak hanya sebagai upaya sosialisasi akan pentingnya pendaftaran hak kekayaan intelektual, tapi Kemenparekraf juga memberikan fasilitasi pendaftaran HKI.
Dari 300 pelaku ekonomi kreatif yang mendaftar, telah terpilih 100 pelaku ekonomi kreatif untuk mendapat fasilitasi pendampingan dan administrasi untuk pendaftaran hak kekayaan intelektual dari Kemenparekraf/Baparekraf.
“Acara ini selain sosialisasi, kami juga akan memberikan fasilitasi secara administrasi kepada pelaku ekraf. Baik dalam membantu penyusunan dokumen yang dibutuhkan maupun administrasi untuk melakukan pendaftaran ke Dirjen Intelektual di Kemenkumham,” kata Fadjar.
Direktur Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kemenparekraf, Robinson Sinaga pada kesempatan yang sama mengatakan, ada beberapa fungsi yang bisa didapat oleh para pelaku ekonomi kreatif ketika sudah mendaftarkan hak kekayaan intelektual. Pertama, perlindungan produk itu agar tidak diduplikasi atau diganggu orang lain.
“Fungsinya selain sebagai identitas, tapi juga bisa digunakan sebagai alat produksi dan iklan. Kemudian membangun jaminan atas mutu kepada publik dan tentunya sarana untuk membangun reputasi dari produk ekonomi kreatif itu sendiri,” kata Robinson.
Robinson mengatakan masih banyak pelaku ekonomi kreatif yang tidak peduli pada kekayaan intelektual. Mereka biasanya baru akan memperhatikannya jika ketika ada masalah terkait produk ataupun merek mereka.
“Karena itu jangan sampai ada masalah hukum dulu baru sadar akan pentingnya hak kekayaan intelektual,” kata Robinson. (red)