Oleh : Julia Bea Kurniawaty, SH. MH*
Sudah sejak lama bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang tangguh dan memiliki prinsip dalam politik luar negeri dalam menghadapi perubahan geopolitik internasional.
Pada masa lalu, ketangguhan politik luar negeri Indonesia ini dapat dibuktikan dengan ketegasan sikap Indonesia di tengah ketegangan politik internasional pada masa perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, dimana Indonesia berani tampil menjadi pelopor berdirinya kekuatan negara-negara non blok yang tidak berpihak pada Blok Barat maupun Blok Timur hingga keberanian menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 untuk negara-negara dunia ketiga. Sebuah torehan prestasi sejarah dunia yang tidak dapat dipandang sebelah mata oleh negara-negara superpower pada waktu itu.
Sikap Indonesia menentang Neo kolonialis imperialis (Nekolim) ditunjukkan pula dengan mendukung penuh kemerdekaan Palestina sekaligus menentang keras pendudukan zionis Israel dukungan Amerika Serikat dan Barat di tanah Palestina.
Sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif tersebut melahirkan pandangan positif banyak negara di dunia, bahkan memegang peranan penting dalam perdamaian dunia. Terbukti dengan kepercayaan Internasional yang diberikan ke Indonesia untuk menjadi pasukan perdamaian dunia (Peace Keeping Force) di banyak negara yang sedang dilanda konflik.
Namun torehan prestasi di mata internasional tersebut dalam perjalanan sejarahnya terkadang harus menghadapi resiko dilema pada masalah Ketahanan Nasional karena harus menghadapi permasalahan komitmen independensi dan kemandirian serta ketegasan sikap di satu sisi dengan etika pergaulan internasional di sisi lain.
Sekedar penjelasan singkat mengenai Ketahanan Nasional secara garis besar mengandung arti keuletan dan ketangguhan suatu bangsa dalam menghadapi berbagai macam tantangan, ancaman, gangguan dan hambatan baik dari dalam maupun dari luar, yang langsung maupun tidak langsung mengganggu kelangsungan hidup bangsa dan perjuangan untuk mencapai tujuan nasional yang mencakup bidang Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (ketahanan Ipoleksosbud hankam).
Kembali pada permasalahan dilema Ketahanan Nasional yang dihadapi Indonesia, sebagai contoh konkret saat ini adalah independensi dan kemandirian serta ketegasan dalam penanganan Pandemi Global Covid-19 yang melanda banyak negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Di satu sisi Indonesia harus menunjukkan independensi dan kemandirian serta ketegasan sikap sebagai negara berdaulat namun di sisi lain harus mengikuti panduan dari badan dunia yang mengurusi bidang kesehatan yaitu WHO.
Saat ini dunia seperti dijungkirbalikkan tatanan kehidupannya di berbagai bidang oleh Pandemi Covid-19 ini. Mulai dari ditutupnya perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat ibadah, sampai adanya larangan berkumpul, dan segala aktifitasnya hanya diperbolehkan dari rumah. Mungkin saja dalam perspektif sosial budaya, Pandemi Covid-19 merupakan pemicu dari sebuah revolusi kebudayaan global, walaupun mungkin hanya sebagai akibat dan bukan tujuan.
Hal Ini jelas tidak pernah terbayangkan oleh siapapun yang sebelumnya hidup normal secara sosial budaya dan ekonomi dan bila kembali normal sekalipun mungkin aktifitas sosial, budaya dan ekonomi sudah tidak sama dengan sebelum adanya Pandemi Covid-19.
Ketika WHO menyatakan virus corona atau yang dikenal sebagai Covid-19 sebagai pandemi global maka negara-negara di dunia khususnya anggota WHO segera menyusun langkah untuk mengikuti alur berpikir, konsep, model dan panduan WHO dalam penanganan Pandemi Covid-19.
Di sinilah muncul dilema Ketahanan Nasional. Di satu sisi negara-negara di dunia khususnya anggota WHO harus mengikuti panduan WHO, namun di sisi lain harus menunjukkan independensi dan kemandiriannya sebagai negara berdaulat yang tidak dapat didikte dan diintervensi oleh negara atau badan dunia manapun.
Memang baik untuk melaksanakan panduan WHO mengenai penanganan Pandemi Covid-19 termasuk bagi Indonesia sebagai anggota WHO, tetapi menjaga kedaulatan negara dan ketahanan nasional juga tidak kalah penting.
Indonesia perlu mendudukkan Pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya saat ini, yang dapat diasumsikan dengan perubahan geopolitik global, kalau tidak ingin mengatakan sebagai masalah kesehatan dunia dengan dampak revolusi kebudayaan global karena mengubah banyak tatanan kehidupan, dalam dimensi ketahanan nasional Indonesia.
Banyak negara di dunia yang telah menerapkan lockdown untuk menangani penyebaran virus Covid-19 ini, tentu dengan pertimbangan sosial budaya dan ekonomi mereka.
Untuk penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia, langkah pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) untuk beberapa Pemerintah Daerah yang mengajukan diri pada Pemerintah Pusat dirasakan sudah tepat dengan melihat karakteristik dan kondisi sosial budaya dan ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini setidaknya telah menunjukkan independensi dan kemandirian Indonesia dalam menyikapi penanganan Pandemi Covid-19.
Masyarakat masih dimungkinkan untuk beraktifitas untuk hal-hal yang esensial seperti pemenuhan kebutuhan pokok walaupun dibatasi oleh regulasi-regulasi terkait PSBB.
Bisa dibayangkan betapa rumitnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat bila diterapkan lockdown seperti di negara-negara lain karena kondisi sosial, budaya dan ekonomi Indonesia yang berbeda dengan negara lain.
PSBB yang dilakukan parsial sesuai kebutuhan daerah dapat diartikan juga telah mempertimbangkan aspek ketahanan nasional di berbagai bidang khususnya ketahanan sosial, budaya dan ekonomi yang bisa berimplikasi pada ketahanan politik dan keamanan.
Ada hal yang menarik disimak yaitu adanya daerah yang tidak sampai menerapkan PSBB namun mampu menangani Pandemi Covid-19 dengan baik karena menerapkan kearifan lokal masyarakatnya serta mengikutsertakan peran tokoh-tokoh masyarakat di daerahnya. Ini juga bentuk independensi dan kemandirian penanganan Pandemi Covid-19 yang tidak selalu harus mengikuti panduan dan model dari WHO, walaupun tetap melihat Pandemi Covid-19 adalah masalah kesehatan yang serius dan harus segera ditangani.
Hal yang perlu direnungkan bersama adalah apakah selamanya alur berpikir, konsep, model, protokol dan panduan dari badan-badan dunia seperti WHO harus ditaati, karena setiap negara juga memiliki kedaulatan negara sehingga badan-badan dunia seperti WHO tidak bisa dengan mudah untuk mendikte dan mengintervensi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh pada ketahanan nasional suatu negara, bila terlalu dipaksakan seluruh pola berpikir konsep, model, protokol maupun panduannya.
Dalam penanganan masalah Pandemi Covid-19, WHO adalah badan kesehatan dunia yang memahami bidang kesehatan untuk jadi acuan dan panduan dalam penanganan Pandemi Covid-19. Namun WHO belum tentu memahami aspek lain terkait ketahanan nasional karena mencakup dimensi Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan.
Oleh karenanya setiap negara anggota WHO berhak menentukan sendiri model penanganan yang terbaik untuk rakyatnya sesuai kondisi sosial, budaya dan ekonomi masing masing.
Penanganan Pandemi Covid-19 yang bagus menurut WHO bisa saja justru berbanding terbalik dari sisi ketahanan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Ipoleksosbud hankam).
Bila hasil penanganan yang baik menurut versi WHO, tetapi dalam kenyataan justru menimbulkan masalah baru dari sisi ketahanan nasional karena mungkin saja langsung maupun tidak langsung menganggu tatanan sosial, budaya dan ekonomi bahkan mungkin saja menimbulkan gejolak sosial yang berimbas pada masalah stabilitas politik dan keamanan karena tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya, maka semua penanganan Pandemi Covid-19, akan menjadi kontra produktif.
Apalagi bangsa Indonesia yang memiliki Ideologi Pancasila memegang teguh nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah dan keadilan sosial.
Bangsa Indonesia yakin bahwa segala permasalahan dapat diselesaikan dengan ikhtiar dan doa pada Tuhan Yang Maha Esa.
Dimensi religius ini belum tentu dipahami oleh badan-badan dunia seperti WHO karena hanya bicara penanganan Pandemi Covid-19 dari sisi keilmuan semata dan mungkin tidak melihat aspek lain yaitu realitas sosial bahwa ada kekuatan lain di luar kemampuan manusia yang sanggup menyelesaikan segala permasalahan yaitu Kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Inilah kearifan-kearifan lokal yang tidak dipahami oleh badan-badan dunia seperti WHO.
Bagi bangsa Indonesia yang terpenting saat ini adalah mengimplementasikan semangat Kebangkitan Nasional pada masa Pandemi Global Covid-19, dengan tetap memegang teguh semangat gotong royong dan berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) atau tidak tergantung pada negara-negara lain atau badan-badan dunia. Hal ini ditujukan sebagai bentuk Independensi, kemandirian dan ketegasan sikap sehingga mampu melewati pandemi ini dengan cepat dan bangkit menjadi bangsa dan negara yang disegani karena kemandirian dan sikap tegas walaupun tetap dalam koridor etika pergaulan politik internasional, sehingga tidak mudah didikte dan diintervensi oleh negara maupun badan dunia manapun dalam berbagai bentuknya.
*Peserta PPRA LX Lemhannas RI tahun 2020 dan Wakil Sekretaris Jenderal PNI Marhaenisme