Kabut Tanah Tembakau (54)

KEBAKARAN besar tidak terjadi di barak kuli kontrak. Api dapat dipadamkan oleh para kuli kontrak secara gotong royong. Tapi sempat membuat panik kuli kontrak sebarak. Setelah padam para kuli kontrak kembali ke rumahnya masing-masing. Tidak ada yang berani menemui Sarni. Para kuli kontrak tidak mau terlibat dan ambil resiko dengan urusan Sarni. Jika ingin coba-coba campuri urusan Sarni bisa-bisa jiwa yang melayang.

Meski bersimpati dengan keberanian Sarni, tapi para kuli kontrak tak punya nyali untuk menunjukkannya.

Bacaan Lainnya

Tidak pilihan lain bagi Sarni kecuali harus segera meninggalkan perkebunan tembakau Saentis sebelum fajar tiba. Jika bertahan nyawanya terancam. Ini menjadi mufakat Tugimin, Mukiran dan Yono.

Yang menjadi masalah tegakah menyuruh Sarni kabur malam ini. Jika itu dilakukan sama saja dengan mengusir Sarni dari perkembunan tembakau. Bagimana kelak jika suaminya pulang apa yang harus katakan.

“Kak sarni harus pergi dari Saentis ini,” kata Mukiran memberanikan diri.
“Ya, tidak ada pilihan lain,” ucap Yono.
“Kami akan tutup mulut. Bagi kami Bang Handoyo tidak saja teman, dia juga guru kami,” kata Mukiran perlahan.
“Aku akan membantumu pergi dari sini,” tegas Tugimin.

Sarni terlihat tenang sambil menyusui bayinya.

“Kemasi barang bawaanmu sekarang!” kata Tugimin.

Sarni segera mengemasi dua potong pakaiannya dan baju bayinya. Tugimin dengan sigap mengangkat butalan kain panjang di belakang punggungnya. Sari dan Tugimin meninggalkan barak menuju arah Percut. Mukiran dan Yono meminta Tugimin segera menyelamatkan Sarni. Tidak waktu untuk mufakat kemana Sarni akan diselamatkan.

Di bawah bulan purnama penuh Sarni dan Tugimin melewati jalan setapak menuju arah Percut. Kalau menuju ke arah Helvetia atau Batang Kuis banyak anak buah Mandor. Bersembunyi ke arah itu sama saja menyerahkan diri. Satu-satunya tempat yang aman adalah Percut.

Lolong anjing kampung masih terdengar. Sarni dan Tugimin terus melangkah di tengah malam. Keduanya mempercepat langkah ketika melewati hutan. Mata Sarni tajam melihat sekeliling, sebab di hutan menuju Percut masih sering melintas Harimau. (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *