Kabut Tanah Tembakau (53)

SARNI kini menjadi harimau bentina. Tidak ada lagi wajah lembut dibalik kecantikan wajahnya. Sari membiarkan Mandor terkapar. Sementara tumpahan minyak tanah menjilat tikar pandan kering. Api mulai menjalar ke kursi kayu. Ruangan menjadi terang menderang. Mata Sarni melotot dengan posisi kuda-kuda dan siap menyerang.

Mandor langsung pucat dan takut. Tidak ada lagi kehebatannya yang selama ini dipamerkan Mandor di depan para kuli kontrak di perkebunan tembakau atau saat menjemur tembakau di bangsal. Sebagai tangan kanan majikan Belanda wibawa Mandor hilang. Mandor bak kotoran kerbau tak berharga di depan Sarni.

Bacaan Lainnya

Baju pangsinya telah berumuran darah. Golok masih nancap di perutnya. Mandor seperti orang idiot tidak berdaya di depan wanita yang dianggapnya lemah selama ini. Darah terus menggalir. Rasa sakit pun kian menjadi-jadi.

“Tolong…! Tolong!” pekik Mandor kesakitan.
“Cuma segitu kemampuan kau, Mandor…” ucap Sarni sambil meludahi tubuh Mandor.

Tak berapa lama muncul dua anak buah Mandor. Keduanya kaget melihat Mandor terkapar dihajar seorang wanita yang mau diperkosanya. Anak buahnya bingung, menolong Mandor atau menangkap Sarni. Sementara Sarni berdiri tenang dengan kuda-kuda sembari menenangkan bayinya yang menangis.

“Tolong! Tolong aku,” kata Mandor kepada anak buahnya. Langsung anak buah Mandor mendekatinya dan melakukan pertolongan. Mandor menahan anak buahnya ketika seorang hendak menyerang Sarni.

Tak berapa lama muncul Tugimin, Mukiran dan Yono di depan pintu. Ketiga kaget mendengar suara gaduh. Lebih kaget lagi ketika melihat Mandor terkapar tak berdaya.

“Ada apa nih? Mandor kenapa ada di rumah ini?” tanya Tugimin.
“Bangsat ini mau memperkosa aku!” kata Sarni.
“Kalian jangan ikut campur ya?” bentak Mandor sambil menahan sakit yang tidak terkira.

Tugimin langsung menarik tangan Sarni keluar rumah dikuti oleh Mukiran dan Yono. Tak berapa lama keluar Mandor yang dibopong kedua anak buahnya. Beberapa kuli kontrak yang ada di rumah barak pun keluar. Saling pandang dan heran melihat Mandor terkapar. Para kuli kontrak seakan tidak peracaya dengan apa yang mereka saksikan malam ini, Mandor bertekuk lutut ditangan Sarni.

Sadar akan api bisa menjalar, langsung para kuli kontrak tetangga Sarni ramai-ramai memadamkannya. Ada yang membawa air dari sumur atau menahan api dengan goni basah. Tugimin membawa Sarni ke rumah Mukiran untuk diamankan.

“Susui bayimu biar tidak nangis,” kata Tugimin.

Sarni patuh dengan saran Tugimin. Seketika bayi Sarni diam. Tugimin, Mukiran dan Yono berbincangan apa yang harus mereka lalukan malam ini. Bagimana pun jiwa Sarni sudah terancam. (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *