Kabut Tanah Tembakau (42)

UDARA mendung ketika Hamzah dan Marlina tiba di Simpang Jodoh, Tembung, Deli Serdang.
Simpang Jodoh merupakan kawasan persimpangan tempat bertemunya Jalan Besar Tembung dengan Jalan Pasar 7.

Disebut Simpang Jodoh karena sejak zaman kolonial Belanda kawasan ini dahulunya adalah tempat muda-mudi bertemu dan berharap menemukan jodohnya.

Bacaan Lainnya

Kini puluhan pedagang Rujak Ulek berjejer di tepi jalan. Hamzah memilih satu diantaranya. Marlina mengikuti di belakang. Pada sebuah bangku panjang, di sebuah pojok bertenda terpal, Hamzah dan Marina duduk.

“Rujaknya lah kak. Dua ya! Pedas dan banyak kacangnya ya,” kata Hamzah kepada pedagang rujak. Marlina langsung menimpali,”Yang satu sedang saja. Jangan terlalu pedas,” kata Marlina.

Pedagang rujak yang masih gadis itu langsung menggulek bumbu rujak. Hamzah memperhatikan mata Marlina yang masih sembab. Marlina kemudin memakai kaca mata hitam.

“Ahai. Matamu yang sebab tak terlihat lagi,” goda Hamzah.
“Bisa aja deh, kamu Hamzah!” kata Marlina sembari membuka kaca mata hitamnya.

Hamzah pun bercerita tentang Simpang Jodoh. Awal mulanya dulu saat ahun 1875, sebuah perusahaan perkebunan di daerah Tembung sekitarnya. Sejak perkebunan itu berkembang, aktivitas masyarakat pun semakin berkembang. Sampai jalur kereta api pun dibangun melintasi Tembung untuk mengangkut tembakau.

Pada musim panen, para petani dan kuli kontrak biasa mengirik padi. Di sekitar tempat pengirikan padi itu, terdapat rumah makan dan warung kopi untuk para pekerja. Kuli kontrak perkebunan juga banyak yang datang untuk makan. Selain untuk membuang penat dari rutinitas di perkebunan. Apalagi, saat gajian besar, pada malam harinya, pekerja nongkrong di tempat pengirikan padi itu untuk bercengkrama. Atau bersosialisasi satu dengan yang lainnya.

Masa itu banyak dari pekerja kuli kontrak dan warga sekitar mencari jodohnya di Simpang Jodoh. Tak jarang dari pertemuan di tempat pengirikan itu, tumbuh cinta hingga ke pelaminan. Karena banyaknya orang mendapat pasangan hidup di tempat itu, lama-lama kawasan itu pun disebut Simpang Jodoh.

“Wah. Banyak juga orang berjodoh disini! Hamzah kamu benar-benar guide yang baik,” kata Marlina sambil tertawa.
“Nah, gitulah. Jangan bersedih lagi. Awak pun jadi bersedih” ucap Hamzah.

Tak berapa lama.sudah terhidang dua porsi rujak segar. Marlina segera menikmati rujak Simpang Jodoh. Rujak campuran buah-buahan segar dan bumbu khas kacang. Rasanya memberikan sensasi yang berbeda saat memakannya. Manis dan juga pedas serta terasa lemak dari kacang tanah berpadu jadi satu.

“Saya suka rujaknya,” kata Marlina.
“Aku pikir ngga suka,” canda Hamzah.

Tiba-tiba Hamzah berdiri dari duduknya. Marlina terkejut. Lalu mengacungkan jari telunjuknya seraya berkata, ” Hati-hati kau, Marlina. Konon setelah makan rujak di Simpang Jodoh ini, kau berpeluang mendapatkan jodoh di sini,” kata Hamzah. Marlina hanya senyum tipis.

Marlina sungguh menikmati rujak Simpang Jodoh. Setelah duduk kembali, Hamzah menikmati rujak dengan lahap.

Tiba-tiba saja Marlina merasakan hembusan angin sejuk dari arah Batang Kuis. Udaranya sejuk sekali, seperti di kawasan tepian hutan. Segar dan asri. Marlina merasakan sesuatu aneh. Ia menghentikan mengunyah pepaya yang berada di bibirnya yang basah. (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *