RABIAH meminta Hamzah dan Marlina menemaninya untuk mengantar Balai pesanan temannya ke Tembung. Hamzah dan Marlina duduk di kursi tamu menunggu Rabiah keluar dari kamar. Kebiasan Rabiah selalu berdandan rapi. Meski bukan seorang pesolek, namun Rabiah tetap terlihat cantik. Rabiah selalu merawat dirinya.
Hamzah dan Marlina berbincang tentang rencana ke Tembung. Keduanya lama menunggu, namun Rabiah belum juga keluar dari kamarnya. Tiga puluh menit menunggu, Rabiah belum juga keluar dari kamar. Hamzah merasa tak enak hati pada Marlina karena Rabiah.
“Kak oi, jadinya kita ke Tambung?” kata Hamzah dengan sedikit mengeraskan suaranya.
“Jadilah. Masak pulak tak jadi!” jawab Rabiah dari kamar.
Tak berapa lama Rabiah keluar dari kamar. Marlina nyaris berdecak melihat kecantikan Rabiah ketika keluar dari kamar. Dengan jilbab turban keemasan dipadu dengan busana kuning gading paduan warna yang serasi.
Wajah Rabiah yang tirus dengan busana warna terang terlihat lebih berisi. Rabiah mengkombinasikan jilbab turban. Sehingga perpaduan tulang pipi, dagu dan telinga semakin menampilkan tulang pipi tanpa terlihat kurus.
Meski tanpa memakai riasan wajah Rabiah semakin terlihat mempesona. Memiliki kecantikan alami yang menawan dan tentu membuat banyak orang kagum.
“Hamzah, kau masukanlah Balai ini ke mobil dulu,” kata Rabiah.
Hamzah langsung membawa Balai ke mobil. Marlina mengikuti Hamzah dari belakang. Rabiah menutup pintu rumah. Setelah pintu ditutup Rabiah malah mematung. Tidak maju dan tidak juga mundur, apalagi bergerak. Kaku seperti manekin.
Hamzah menaruh Balai di jok belakang. Marlina masih berdiri di depan mobil menunggu Rabiah. Tiba-tiba seperti petir di siang bolong Rabiah berkata tidak ikut. Marlina dan Hamzah terbelalak. Saling pandang. Bingung melihat tingkah Rabiah.
“Kakak nggak jadi ikut lah,” kata Rabiah.
Marlina kaget bukan main. Lalu setengah berlari menemui Rabiah.
“Kenapa kak Rabiah?! Bukankah kakak mau ngajak saya makan rujak di Tembung?” tanya Marlina bingung dan panik.
Hazmah ikut juga bingung. Lalu bersama Marlina, ia menemui Rabiah yang masih kaku di teras rumah.
“Kakak nggak bisa ke Tembung,” kata Rabiah dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. “Hamzah, kau tahu kan alamat Kak Nurlela? Kelen sajalah yang ke sana,” kata Rabiah dan masuk ke dalam rumah kembali.
Melihat tingkah Rabiah membuat Marlina salah tingkah, bingung dan dihantui penasaran yang amat sangat. Tiba-tiba saja, Hamzah menarik tangan Marlina ke mobil.
“Nanti aku ceritakan!” kata Hamzah sembil jalan ke mobil.
“Kenapa bisa begini sih?! Saya bingung lho, Hamzah!”
“Sudahlah! Tidak ada apa-apa!”
Marlina masuk ke mobil dengan sejuta pertanyaan. Hamzah menstarter mobil. Marlina masih terbodoh di samping Hamzah. Tak berapa lama mobil berjalan dan meninggalkan pekarangan rumah Melayu. (***)
Pondok Melati
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com