Kabut Tanah Tembakau (4)

WANITA jelita beraroma tubuh perpaduan harum bunga yang lembut dengan kesegaran buah menciptakan harum yang khas, semerbak dan mistis itu tersenyum.

“Selamat datang di Kuala Namu…” kata wanita jelita berbaju hijau dengan busana khas Melayu itu kepada Marlina. Ia pun kaget karena sejak terbang dari Bandara Soekarno-Hatta tidak melihat wanita jelita itu barang sekelebat pun. Di samping kursinya duduk dua pria berwajah Tamil. Sedang di kursi seberang tiga orang pria berseragam pemerintah daerah yang sepanjang perjalanan bicara soal kunjungan kerja di Surabaya. Tapi, mengapa wanita jelita ini tiba-tiba ada di sampingnya?

Bacaan Lainnya

Giginya begitu rapi dengan bibir yang basah, merah kehitaman. Alis matanya tebal dan indah menghiasi dua bola mata. Sorotan mata begitu teduh dan lembut.

Marlina terpesona melihat kecantikan wanita itu. Jangankan bintang sinetron produksi lokal, bintangi film Bollywood atau Hollywodd pun tak secantik dirinya.

Inikah putri Melayu itu? Belum pernah dia bertemu dengan wanita berwajah khas Melayu yang begitu cantik dan mempesona. Berdagu panjang dan pipinya kemerahan. Tanpa komestik, tapi kejelitaan tetap terpancar di wajahnya.

“Semua sudah menunggu…!” Kata sang wanita.

“Oh ya?!” Sahut Marlina belagak mengerti maksud wanita itu.

Keduanya saling melepaskan senyum. Mata Marlina tidak lepas memandangi indahnya dua bola mata wanita yang ada di depannya. Ponsel jatuh ke lantai. Marlina grogi. Marlina sempat membatin mengapa pramugari ini tidak berseragam maskapai penerbangan yang ditumpanginya.

“Sebentar, ponsel saya jatuh. Saya segera turun,” kata Marlina sekenanya sambil merunduk ke bawah kursi untuk mengambil ponsel genggamnya.

“Masih gerimis ya…?” kata Marlina sembari bangkit.

Marlina terkesiap. Wanita yang beberapa detik tadi ada di depannya, bagikan angin hilang begitu saja. Marlina celingak-celinguk. Seketika Marlina terbengong. Buluh kuduknya berdiri. Dengan ekor matanya Marlina mencari wanita itu disela-sela penumpang terakhir yang bergegas turun dari pintu depan. Tak menemukannya. Kecuali dua pramugari yang berdiri di depan pintu. Melihat ke arah pintu belakang, Marlina hanya melihat empat pramugari sedang berkemas-kemas. Semua penumpang sudah turun. Marlina terdiam. Wajahnya pucat.

“Ada yang bisa dibantu, mbak,?” sapa pramugari dengan ramah.

“Tadi melihat wanita berbaju hijau?”

“Kapan mbak?”

“Ada bagasi yang belum ketemu?” Sela rekan parmugari yang lain.

“Barusan! Baru semenit… Wanita itu di sini,” kata Marlina.

Kedua pramugari saling pandang, kaget dan akhirnya sama-sama senyum.

“Kami dari depan pintu sana, hanya melihat mbak sendiri,” kata pramugari.

“Mbak sakit? Saya ambilkan aspirin?” ucap pramugari yang satu dengan ramah.

“Tidak usah!” Jawab Marlina agak malu. Sebelum berpisah kedua pramugari itu membalas senyumnya dengan sejuta tanya.

Ketika berjalan ke pintu depan, Marlina masih mencium aroma wanita cantik yang menyapanya tadi. Kedua ekor matanya melirik ke seluruh penjuru pun dia tidak menemukan wanita itu. Mengapa aromanya masih ada? Marlina merasakan kalau wanita itu masih berada di dalam pesawat dan terus mengawasinya. Untuk menenangkan hatinya, Marlina membuang perasaan aneh yang menghantuinya sekejab tadi.

Dengan bergegas Marlina meninggalkan pesawat dengan dihantui sejuta pertanyaan. Siapakah wanita itu? (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *