DEWI Mutiara masih di kamar Marlina ketika Roy tiba di ruang tamu. Lama Roy menunggu di sofa yang empuk. Ruang tamu nampak segar dan luas dengan kombinasi warna merah, cokelat, dan oranye yang dipadukan dengan warna biru pirqoise sebagai hiasan meja.
Roy tenang menunggu sambil menikmati sebuah lukisan Marlina yang memiliki paduan warna yang sama dengan ruangan. Roy sangat mencintai Marlina. Ratusan wanita berbagai kelas ingin meraih cinta Roy. Tapi Roy bertekuk lutut pada senyuman Marlina. Hatinya sudah terpatri. Tak bisa pindah ke lain hati.
Dari balkon Dewi Mutiara kaget melihat Roy duduk di sofa. Mengapa Roy tiba-tiba saja sudah duduk di sofa ruang tamu. Perlahan ia menuruni anak tangga yang melingkar.
“Roy, Marlin sudah pulang?” kata Roy setelah Dewi Mutiara duduk di depannya. Dewi Mutiara salut juga atas perhatian calon menantunya dengan Marlina. Dari mana Roy tahu, kalau Marlina belum pulang.
“Oom tadi yang bilangin, pastikan, apakah Marlin sudah pulang,” kata Roy menjelaskan. Dewi Mutiara tersenyum. “Katanya, Marlina ke Medan?” kata Roy. Dewi Mutiara tak ingin Roy terlalu jauh terlibat masalah pribadi Marlina. Belum ada ikatan apa-apa. Dewi Mutiara tidak suka Marlina terlalu diproteksi.
“Besok juga kembali. Atau jangan-jangan, ntar malam juga sudah di rumah,” kata Dewi Mutiara. Ia ingin meringankan masalah.
“Semoga tante…”
“Tante yakin itu,” ucap Dewi Mutiara.
Tak berapa lama Roy pamit. Dewi Mutiara menghantar Roy ke depan pintu. Jika orang tua Roy tidak berjanji akan membantu dana mahar ke partai politik dan dana kampanye untuk calon gubernur Mardali Herry, tidak akan mau dia berbasa-basi. Atau membiarkan Roy nyelonong masuk ke rumah.
Kembali Dewi Mutiara kepikiran dengan anak gadis semata wayangnya itu. Dewi Mutiara menyadari kalau watak Marlina serupa dengan dirinya. Berjiwa keras dan suka petualangan (***)
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com