Kabut Tanah Tembakau (18)

MARLINA tak bisa berucap sepata kata pun melihat Sarni yang mirip sekali dengan dirinya ada di depan matanya. Rasa Haru, sedih, gembira dan binggung bersatu. Yang menyedihkan baginya, Sarni tidak bisa melihat dirinya.

Melihat Mandor darah Marlina mendidih. Ingin rasanya meludahi wajah Mandor penjilat penjajah itu. Apalagi, tadi saat mata elang Mandor melirik Sarni yang ingin rasanya mempreteli busananya.

Bacaan Lainnya

Siapa Sarni? Diakah leluhurku? Buyutku? Kalau tidak, mengapa wajahnya mirip diriku. Mengapa pula papa dan mama tidak pernah bercerita tentang para leluhur? Batin Marlina terus bergolak dan terombang ambing.

“Marlina!” Panggil seseorang.

Marlina tersentak dan kaget. Seketika peristiwa tahun 1887 menghilang dari pandangan. Yang ada kini, Hamzah menyentuh pundaknya. Sementara di depannya, terlihat bangsal tua dan dipenuhi ilalang karena lama tak terpakai.

“Kau melamun lagi ya?” Goda Hamzah. Marlina salah tingkah, kemudian melayang senyuman kepada Hamzah.

Ingat sesuatu, Marlina segera memeriksa ponsel barunya dan melihat hasil video yang direkamnya sekejab tadi. Video diputar ulang hanya suasana di depan bangsal tua yang sudah lapuk. Tidak ada siapa pun! Marlina merinding.

“Tadi sempat merekam seorang wanita. Tapi, kenapa nggak ada ya?” katanya.

Mata Hamzah melotot. Pikirannya langsung teringat dengan orang bunian yang pernah sering diceritakan emaknya.

“Bagimana orangnya? Ramai kah? Ada Kampung kah?” desak Hamzah.

Marlina masih diam menatap Hamzah lama. Hamzah kian ketakutan. Aroma semerbak semkain tegas tercium disaat angin kencang dari arah laut Percut.

Marlina tertawa kecil sambil memegang tangan Hamzah yang hangat. Hamzah memperhatikan tangan Marlina yang dingin ketika menyentuhnya.

“Kita harus segera pergi…”
“Aku merasa nyaman di sini,” kata Marlina lembut.

Tanpa pikir panjang, Hamzah menarik tangan Marlina untuk meninggalkan kawasan bangsal yang sepi dan penuh misteri itu. Marlina sempat meronta, namun akhirnya mengikuti arah langkah Hamzah. (***)]

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *