RUWONDO dengan bangganya naik ke atas mimbar dengan menggandeng Marlina yang menduduk sejak tadi. Masyarakat yang tadi besorak-sorai kini terdiam. Hening. Bahkan jarum jatuh pun terdengar. Mereka ingin mendegar apa yang akan diumumkan Ruwondo.
Malam yang kebiruan itu, Marlina mengenakan busana kehijuan dengan bermakhota sanggul dari berlian. Marlina begitu cantik. Jutaan pasang masa pun berdecak menyaksikan kecantikan Marlina yang alami yang belum pernah mereka lihat.
Marlina merinding juga ketika melirik masyarakat dengan jutaan pasang mata memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Bulu kuduknya berdiri. Bagi Marlina momen ini pertama kalinya ia diperhatikan oleh jutaan pasang mata. Ada rasa kecut yang tak terhingga. Marlina tidak bisa membayangkan bila dirinya menjadi permaisuri Ruwondo.
Marlina lebih memilih menjadi istri Hamzah meksi penuh tantangan, dari pada menjadi istri pembesar di negeri bunian. Saat melamun, tiba-tiba Ruwondo bergerak ke samping dan merunduk lalu mencium tangan Marlina. Jantung Marlina seperti berhenti berdetak. Wajahnya pucat pasi.
Spontan masyarakat yang berjubel di alun-alun istana bersorak-sorai. Ada yang bertepuk tangan, bersiul, menari dan berteriak histeris.
Melihat Ruwondo mencium tangan Marlina darah Handoyo mendidih. Ingin rasanya menebas kepala Ruwondo dengan pedang. Sesuai siasat, Ruwondo menenangkan dirinya. Sementara pasukan elite siap-siap menunggu komando dari Handoyo. Belum ada komando, pasukan elite tetap lebur dengan masyarakat.
Rakat sudah siap sedia untuk melakukan penyerangan. Dengan tenang Rakat membaca situasi dan menunggu komando dari Handoyo. Di sebelahnya, Hamzah juga siap membantu untuk melakukan penyerangan kepada pengawal istana. Sasarannya adalah pengawal yang ada dekat Marlina. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com