Kabut Tanah Tembakau (11)

HUJAN sudah berhenti. Bulan tersembuyi malu di balik awan yang kian menipis. Sinar lampu mobil menyinari rumah panggung ketika mobil memasuki halaman. Rumah khas Melayu Deli yang sudah langka ditemukan di kota Medan menjadi terang.

Meski sudah tua, namun masih terpelihara dengan baik. Tiang-tiang dari kayu itu mestinya sudah pernah diganti, sebab masih terlihat kokoh sebagai penjangga rumah. Semuanya terbuat dari kayu, hanya tangga rumah saja yang terbuat dari batu.

Bacaan Lainnya

Marlina keluar dari mobil. Hamzah mengeluarkan ransel dari jok belakang. Lampu ruang tengah yang tadi gelap tiba-tiba terang. Pintu dibuka. Terlihat sosok wanita setengah baya. Dia adalah Rabiah, kakak sepupu Hamzah.

“Naik lah,” kata Rabiah.

Marlina naik. Disusul Hamzah di belakang.

“Oh ini adek yang dari Jakarta tuh,” kata Rabiah. Marilina menyalam Rabiah.
“Ya, mbak. Saya Marlina.”
“Panggil saya kakak saja,”
Marlina memandang sekeliling. Meski rumah tua, namun bersih dan terawat.
“Kamu yakin nginap disini?” tanya Hamzah. Marlina mengangguk.

Ketiganya masuk ke ruang tengah dan duduk di kursi rotan tua. Di tempat terang, baru jelas Rabiah melihat wajah Marlina. Nyaris Rabiah berdecak melihat kecantikan Marlina. Pipi tirus dengan bentuk wajah yang lancip serta badan langsing dengan tinggi semampai membikin Marlina terlihat cantik. Tanpa make-up kecantikan itu jadi alami dan sempurna.

“Besok lah kita lanjutkan becakap. Istirahat lah dulu,” ucap Rabiah sembari menarik tangan Marlina menuju ke kamar tamu. Sebelum Marlina masuk kamar Hamzah berdiri dan pamitan.
“Mar, aku pamit pulang ya,” kata Hamzah.
“Besok pagi kemari kan?” Tanya Marlina.
“Ya iya lah,” kata Hamzah yakin.

Hamzah keluar rumah. Setelah Marlina masuk kamar. Rabiah menemui Hamzah di mobilnya.
“Marlina bukan wanita sembarangan, Zah! Kau harus jaga adat istiadat. Paham kau?”
“Iya kak! Pahamlah aku itu!”
“Paham apanya?”
“Paham yang kakak cakapkan tadi! Awak balek dulu lah kak,” kata Hamzah.
Rabiah masuk ke rumah. Hamzah pulang ke rumahnya. (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*Dilarang mengutip Novel Mini ini dalam bentuk apapun, dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *