AWAN bergulung-gulung dan mengumpal. Cendawan-cendawan awan itu melukiskan berbagai wujud rakasa. Bisa tafsirkan dengan berbagai bentuk. Abstrak. Sebuah hamparan yang tak berujung, namun mempunyai kekuatan magis.
Awan-awan itu tidak seputih biasanya. Kemerahaan. Mentari sore membikin awan-awan putih jadi kelam ditimpa asap hitam dari hutan terbakar berhektar-hektar di daratan sana. Alam menjadi marah! Menyimpan dandam dan memantulkannya ke awan.
Merlina memperhatikannya dari jendela peswat. Tidak ada yang aneh dengan awan itu, sebab setebal apapun awan sering disaksikan, bahkan dibirakan begitu saja, berlalu tanpa makna. Tapi, hari ini awan-awan itu seperti bercerita dalam wujud absraknya.
Pesawat melayang di udara. Marlina tersadar kalau dia sedang berada di angkasa, melesat bersama sebongkah besi bertenaga jet. Dari pengeras suara pramugari memberitahukan sebentar lagi akan segera tiba Kuala Namu, Medan.
Hatinya bergetar. Sebelumnya, ke pelosok manapun Marlina pergi, tak pernah hatinya segalau ini. Marlina merasakan kekuatan yang luar biasa, namun juga sebuah ketakutan yang membuatnya kecut. Keduanya saling sambar-menyambar di kalbunya.
Jakarta
Regardo Sipiroko