SARNI kaget bukan main melihat bayinya tidak ada disampingnya. Ia sempat panik. Khawatir putra semata wayangnya itu hilang. Secapat kilat Sarni melompat keluar gubuk.
Sarni menarik lapas lega ketika melihat Tugimin sedang menimang bayinya dengan mesra. Ia pun tersenyum melihat Tugimin begitu sayang dengan bayinya. Menimang sambil bersenandung kecil.
Tugimin kaget melihat Sarni tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu gubuk. Sempat grogi karena Lancang menimang bayi. Sarni melayangkan senyum kepada Tugimin.
Tugimin semakin grogi. Melihat Sarni tetap cantik meski baru bangun tidur. Jantungnya bergemuruh. Baru hari ini Tugimin menyaksikan Sarni yang sebenarnya. Begitu dekat dan tidur dalam gubuk yang sama di tepi hutan.
“Tadi dia nangis. Jadi aku diamkan dengan menggendongnya,” kata Tugimin.
“Ah, tidak apa kok. Terima kasih,” kata Sarni.
“Dia sudah tidur lagi,” ucap Tugimin.
Tugimin mendekati Sarni kemudian menyerahka bayi mungil itu kepada ibunya. Tak berapa lama Sarni menyusui bayi di atas gubuk.
Tugimin memeriksa ke belakang gubuk, ia menemukan bekas tungku. Mencari apakah peralatan dapur masih ada yang bisa digunakan. Meski kotor Tugimin menemukan periuk nasi dari tanah. Dan beberapa piring dan gelas dari tanah yang dibiarkan tergeletak di dekat tungku.
Tugimin mengambil periuk lalu ke parit dekat pepohonan rumbiah untuk membersihkannya. Air parit di tepi hutan sangat benig. Burung berkicau merdu seakan menghibur tiga manusia di gubuk reot.
Setelah membersihkan periuk dan mengisi air, Tugimin lalu bergegas ke dapur. Mengambil ranting kayu kemudian Tugimin pun menyalakan api dengan mancisnya. Tugimin merebus air buat air minum.
Tak berapa lama muncul Sarni di dapur. Sarni memgambil alih perkerjaan dapur. Tugimin pun berlalu untuk mencari umbi-umbian di hutan buat sarapan mereka. (***)
Bogor
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com