Oleh. Budi Hutasuhut
MASYARAKAT dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Jogjakarta tumpah-ruwah di sekitar Monumen Serangan Umum 1 Maret, Yogyakarta, pada Jumat malam, 27 September 2019. Mereka memadati kawasan yang dikenal sebagai Titik Nol Kota Jogjakarta itu untuk menyaksikan pembukaan puncak acara Festival Sastra Jogjakarta atau disebut juga Jogjakarta Literasi Festival (Joglitfest) 2019 yang mengusung tema “Gregah Sastra”.
Joglitfes 2019 adalah gelaran ragam kegiatan kebudayaan hasil kerjasama sejumlah komunitas seni dengan pemerintah daerah yang didukung oleh Indonesiana. Indonesiana adalah flatfrom yang dibangun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendukung kegiatan-kegiatan kebudayaan di berbagai daerah.
Joglitfes menampilkan berbagai kegiatan kebudayaan yang digelar di berbagai kabupaten/kota, berlangsung sejak 2 September sampai 26 September. Usai ragam kegiatan tersebut, digelar puncak kegiatan selama empat hari: 27, 28, 29, dan 30 September 2019. Pada puncak acara ini, panitia mengundang 100 sastrawan dari Sabang sampai Merauke.
“Kita memberi nama Joglitfes, karena fokus pada pengembangan literatur. Para sastrawan diundang karena mereka pelaku budang literasi. Kami memposisikan sastrawan sebagai peserta aktif, karena mereka yang mengisi ragam kegiatan selama empat hari,” kata S. Arimba, ketua umum Joglitfes 2019.
Sebab itu, pemilihan para sastrawan yang diundang sebagai peserta aktif diserahkan kepada kurator, yang berasal dari sastrawan dan seniman Jogjakarta seperti Saut Situmorang, Hamdy Salad, Tia Setiadi, Irwan Bajang, dan Purwadmadi.
“Tiap sastrawan, kita beri peran. Ada yang membaca puisi, menjadi pembicara seminar, menjadi moderator, ikut dalam program sastrawan berkunjung ke sekolah-sekolah, peluncuran buku, kajian sastra, dan diskusi perihal dunia kebudayaan,” katanya.
Para sastrawan yang diundang tidak cuma berlatar belakang sastra moderen, tetapi juga sastra tradisi berbahasa daerah Jawa. “Semua kami gabung karena tujuan Joglitfes untuk wahana menumbuhkembangkan indentitas budaya Jogjakarta dengan menampilkan keunikan dan ketersambungan daerah. Pertemuan orang-orang kreatif di dunia sastra memberikan bagi mereka untuk saling bertukar nilai budaya secara kreatif,” kata dia.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutan yang disampaikan oleh Gatot Saptadi selaku Sekda DIY menyatakan dukungan penuh terhadap terlaksananya Joglitfest karena mempunyai semangat yang sama dengan DIY yaitu Memayu Hayuning Bawana. “Sastra dan budaya selalu dikaitkan dengan nilai positif yang dihasilkan dari aktifitas manusia. Sastra sebagai bagian dari sebuah kebudayaan mempunyai unsur keindahan. Ini sama seperti semangat DIY yang ingin memperindah keindahan dunia. Apalagi Joglitfest ini dalam pelaksanaanya menimbulkan banyak peran moral,” kata Gatot.
Sebab itu, Joglitfes 2019 melibatkan semua seniman dan sastrawan yang ada di Jogjakarta. Mereka adalah seniman yang bergerak di segala bidang kesenian dan literasi seperti : Marwanto, Sumarno, M. Sodiq, Nurul Latifah, Kristin Faurina, Imam Wahyudi, Enes Pribadi, Joko Budiarto, Esti Nuryani Kasam, Umi Azzura, Wage Daksinaga, Mini G.K., Sulistyarini A.S., Ons Untoro, Daru Maheldaswara, Komang Ira Puspitaningsih, Sunlie Thomas Alexander, Risda Nur Widia, Aguk Irawan MN, Budi Sardjono, Akhir Lu Sono, Aly D. Musyirifa, Otto Sukatno Cr., Krisna Miharja, Sumaryono, Yuwana Agus Dirgantara, Asti Pradnya Ratri, Mutia Sukma, Daruz Armedian, Safar Banggai, Muhammad Yasir, Sigit Sugito, Mustofa W. Hasyim, Sutirman Eka Ardana, R. Toto Sudiarto, Nurul Ilmi Elbana, Whani Darmawan, Sukandar, Bambang Nur Singgih, Ardini Pangastuti, Bayu Saptama, MG Widhi Pratiwi, Abdul Wachid BS, Eko Triono, Andi SW, Puthut EA, Maria Widi Ariani, Satmoko Budi Santoso, Wahyana Giri MC, dan Reza Nufa.
Sedangkan dari luar daerah Yogjakarta: Wayan Jengki Sunarta, Friska Aswarini, Kiki Sulistyo, Sindu Putra, Inggit Putra Marga, Alfian Dippahatang, Aslan Abidin, Pinto Anugrah, Y. Tendra B.P., Ida Fitri, Ayi Zulfidar, Jamil Massa, Syaifuddin Gani, Felix K. Nesi, Dwi Rahariyoso, Budi P. Hatees, Hasan Al Banna, Amin Wangsitalaja, Igir Alqatiri, Fatih Muftih, Willy Ana, Raymond Lemosol, Nurhayat Arif Permana, Iqbal H. Saputra, Matdon, Ratna Ayu Budiarti, Mikael Johani, Dedi Tri Riyadi, Irmansyah, Mashuri, Helmi Prasetya, M. Faizi, Mustafa Ismail, Kurnia Effendi, Deni Mizhar, Seruni Uni, Ganjar Sudibyo, Ayi Zulfidar, Kuni Masrokhamti, Toni Lesmana, Godi Suwarna, Bonari Nabonenar, Sugito Ha Es, Ki Sudadi, Jefrianto, dan Zuly Kristanto.
Sedangkan sembilan sastrawan peserta luar negeri yang diundang yaitu Shamsyudin Osman (Malaysia), Muhammad Luthfi Iskhak (Malaysia), Mawar Syafii, (Singapura), Mahroso Doloh (Thailand), Zefri Arif (Brunei Darussalam), Daniel Owen (Amerika Serikat), Rustum Kozain (Afrika Selatan), Hal Judge (Australia), dan Elise Moser (Kanada). (**)