Ironis! Bank lokal berjalan sistem pajak gadai, Lahan dan aset se-Indonesia tidak bekerja.

Oleh: Goenardjoadi Goenawan

Struktur otoritas power Heidelberg

Bacaan Lainnya

Di lapisan bawah adalah, land tanah, labor atau pekerja, protection atau perlindungan keamanan, dan freedom kebebasan ini dijual belikan dengan uang.

Distribusi uang sepenuhnya dipusatkan melalui 3 kaki cabang utama pengendali otoritas power Heidelberg.

• Moneter world bank, IMF,

• Finance; JP Morgan, McKenzie, Citibank, dan Rockefeller, Rothschild, investor dunia

• Bank

Bank adalah pengendali otoritas power melalui pencetakan kredit bank.
Privilege pencetakan kredit bank adalah otoritas power Heidelberg kepada siapa, dan berapa

Tugas bank

Kredit investasi

Seharusnya tugas bank adalah memfasilitasi pemilik asset dengan instrumen. Misal

Pak Amir punya tanah, disertifikat. Saat sertifikat tanah diagunkan, pak Amir dapat instrumen kredit. Dibuat untuk investasi.

Seharusnya tugas bank adalah menunggu investasi berjalan 5 tahun, kemudian diminta hasilnya bunga kredit.
Tetapi di Indonesia, bulan ini dapat kredit, langsung dipotong cicilan. Lo pabriknya belum jadi.
Kredit proyek

Pada saat pak Budi dapat proyek, katakan tender pembuatan gorong gorong. Seharusnya tugas bank adalah memfasilitasi instrumen kredit. Tapi tetap diminta agunan 2x lipat. Jadi buat apa bedanya dapat proyek? Toh diminta agunan.

Jadi orang harus punya agunan. Sekarang pada saat pertama kali pengusaha Tapos punya agunan seratus ribu hektar HGU, itu dapat dari Sultan Diponegoro? Atau dari kakeknya? Kan tidak.

Sekarang, Lion air membeli 200 pesawat Boeing. Itu besar banget biayanya. Apa pemilik Rusdi kirana punya agunan? Kan tidak.

Sehingga lion air bisa beli lebih banyak pesawat daripada Garuda. Padahal Rusdi kirana tidak punya agunan.
Di luar negeri, anda cukup punya jaminan ijin proyek.

Maka bank international memberi fasilitas instrumen kredit. Asal ada personal guarantee, misalnya Rusdi kirana dapat personal guarantee president SBY. Bilamana kredit macet dijamin negara.

Sekarang ini seseorang bisa dapat instrumen kredit proyek dari bank international sambil jadi Wantimpres.

Dia pengusaha, dia Wantimpres, kredit proyek dari bank international, dijamin negara.

Oleh karena itu, setiap ada proyek dari pemerintah, pak Charlie berbekal surat proyek jalan tol, membawa kredit investasi bank international, dijamin negara.

Pak Charlie kaya raya. Saat kredit macet, sampai sekarang ya negara yang menalangi. Sedangkan pejabat teras tersebut masuk tahanan KPK. Disebut oknum.

Padahal dia pengusaha, sekaligus pejabat teras.
Otomatis bank di Indonesia tidak berjalan sesuai standard international.

Pengusaha papan atas mengakses instrumen kredit proyek dari bank international.
Sedangkan pengusaha lokal, mengajukan kredit proyek dari bank lokal harus punya agunan. Jadi seperti ayam atau telor mana duluan?

Pengusaha lokal punya agunan dulu, baru mengajukan kredit bank. Itu bukan bank, tapi pajak gadai. Bank gadai terima agunan, bulan depan memungut pajak bunga gadai.

Sampai dengan lebaran monyet rakyat tidak bisa mengakses instrumen kredit proyek, bank lokal hanya berjalan dengan sistem pajak gadai.

Logikanya, bila demikian, otomatis seluruh tanah se-Indonesia tidak mampu mengakses instrumen kredit investasi. Tapi langsung masuk pajak gadai.

Jadi tanah se-Indonesia diagunkan bank, langsung diminta hasilnya pajak gadai. Telat bayar pajak gadai tiga bulan, tanahnya disita bank. Jadi peran bank se-Indonesia sibuk sita tanah.

Tanah se-Indonesia yang masuk pajak gadai, otomatis bakal dijual ke bank, padahal harganya yang diterima separo nilai tanah.

Dengan sistem pajak gadai, tanah ulayat se-Indonesia, milik Raja se Indonesia tidak dapat instrumen kredit investasi bank. Tapi langsung masuk pajak gadai. Atau dijual.
Setiap hari tanah ulayat se-Indonesia dijual.

Apalagi keturunan raja walaupun punya tanah seluas apapun tetap dijual. Atau masuk pajak gadai, dengan kata lain dijual ke bank.

Karena sistem bank lokal tidak berjalan sesuai standard international, maka bank lokal banyak punya sertifikat tanah sita.

Direktur bank lokal di Indonesia bekerja atas sistem pajak gadai.

Sehingga sampai sekarang, direktur bank lokal pun tidak paham siapa konglomerat Indonesia. Karena mereka berhubungan dengan bank international. Atas standard international.

Semua konglomerat Indonesia tidak mengakses instrumen kredit bank lokal sehingga uangnya pun dikelola oleh negara luar, disimpan di sana. Kalau perlu tinggal di sana. Tidak di Indonesia.

Seluruh rakyat Indonesia tidak punya akses pada standard international bank. Kecuali mereka mengajukan kredit bank USA, bank Singapore.

Begitu mereka pulang Indonesia, sekonyong-konyong dianggap miskin. Karena mereka punya tanah, tapi tidak punya uang. Karena uang beredar dalam bentuk pajak gadai.

Setiap pengusaha lokal yang mencari instrumen kredit bank, harus ke bank luar negeri, bank USA, bank Singapore. Begitu proyek di Indonesia, banyak pejabat teras bekerja seolah-olah seperti pajak gadai.

Diganggu ijin ini, itu, ijin dibuat oleh bupati, gubernur, dinas ini itu, ada seratus pejabat teras bekerja seolah-olah pajak gadai.

Sehingga pengusaha lokal di Indonesia bekerja atas mengakses instrumen kredit bank luar negeri, dengan proyek di luar negeri. Lalu kapan tanah dan asset di Indonesia bekerja?

Setiap hari tanah se-Indonesia dijual ke pemilik dana instrumen kredit bank international.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan