Oleh. Ichwan Azhari
MEDAN – Teks di atas tablet lumpur purba yang mengeras ini menimbulkan tanda tanya. Ditemukan di kawasan yang secara historis dan kultural adalah kawasan Melayu Islam, Hamparan Perak.
Para ahli yang saya hubungi termasuk Edward Edmun Edwards McKinnon mengatakan tradisi yang menggunakan tablet beriskripsi seperti ini sangat tua, boleh jadi abad ke 8, sejaman era Sriwijaya, jadi sebelum Islam masuk ke Sumatera Timur.
Siapa yang membawanya ke sini? Jelas komunitas Budha dari India. Kepada siapa mereka berinteraksi, melakukan perdagangan kuno pada masa itu?
Jelas pada masyarakat kuno pesisir di Hamparan Perak. Siapa mereka ? Melayu pra Islam? Melayu Budha-Hindu yang tradisinya masih dipakai sampai sekarang di komunitas Melayu Islam?
Kemarin 16 Juni 2019 saya hadiri acara pernikahan putri sahabat saya, jaksa penyair Tsi Taura Mat Kilau di Binjai, berjarak sekitar 20 Km dari Hamparan Perak.
Di sela sela suasana Melayu Islam, bertahan tradisi tepung tawar Melayu pra Islam : menabur ke kedua mempelai bunga, rajangan pandan, bertih, beras, air sakti, kapur sirih ditorehkan di dahi pengantin.
Apakah tradisi kuno Melayu pra Islam yang masih dilaksanakan sampai hari ini, jejaknya bisa ditelusur ke tablet kuno berinskripsi temuan ladang tebu Hamparan Perak ini?
Puluhan tablet kuno berinskripsi ini ditemukan di ladang tebu Bulu Cina Hamparan Perak secara berangsur dalam dua tahun belakangan ini.
Tablet itu disimpan kolektor Rudi Oei, ada beberapa di Museum Situs Kota Cina Medan Marelan dan beberapa hari menjelang idulfitri kembali saya temukan dari buruh tani kebon tebu. Diperlukan ahli inskripsi kuno untuk membaca teks yang seperti puisi purba di foto terlampir ini.
Dalam bahasa Inggris artefak ini disebut “Sealing” atau “Votive Tablet”, saya sederhanakan menjadi “Tablet Kuno Berinskripsi”. Bentuknya mengingatkan saya pada ragi tape yang dijual orang Jawa Deli di pajak pajak (pasar) tradisional sekitar Medan. Tebal dan besarnya mirip, hanya warnanya lebih kekuningan, coklat atau kehitaman.
Ada dua tipe yang diberikan pada saya oleh buruh tani tebu Bulu Cina dan kini jadi koleksi Museum Situs Kota Cina. Pertama tipe A ukuran diameter 4.5 CM tebal 1.5 CM . Tipe B lebih kecil, diameter 2 CM dengan tebal 0.5 CM. Bentuk lingkaran dan ketebalannya tidak beraturan. Terasa nampak dikerjakan dengan tangan dengan berbagai variasi bentuk dan ketebalannya.
Jejak peribadatan Budha kuno dari India abad ke 8. Berarti artefak suci agama Budha kuno ini , wahai….telah terdampar sekitar 1300 tahun di areal yang kini jadi kebun tebu.
Di situs tetangganya (berjarak 6 KM), situs Budha-Hindu abad 11-16 di Kota Cina, tablet ini tidak pernah ditemukan arkeolog dunia, mulai dari Edward Mckinnon (Inggris sejak tahun 1970 an), Jhon Miksic (Amerika sejak tahun 1980an ) sampai ke Daniel Perred (Prancis, tahun 2010-2016).
Juga tidak ditemukan di halaman tetangganya yang lebih dekat ke situs Bulu Cina (cuma 1 KM) yakni Situs Kota Rentang abad 12 dengan jejak nisan Islam batu Aceh yang sangat banyak.
Tablet berinskripsi ini menjadi penanda suatu era tradisi peribadatan Budha yang nampaknya tidak dilaksanakan lagi pada abad ke 12. Artinya, penemuan di ladang tebu ini menandakan hadirnya tradisi Budha yang sangat kuno di dekat kota Medan, tradisi abad 8 yang sejajar dengan zaman Sriwijaya.
Tablet kuno seperti ini kabarnya ada di beberapa situs kuno di Palembang, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, juga di Malaysia dan Muang Thai.
Kita harus bersabar menunggu hasil bacaan ahli inskripsi kuno yang saya hubungi. Mereka meminta saya memfoto dengan kamera yang lebih canggih, agar detail hurufnya terbaca, kamera dengan sistem pencahayaan khusus yang belum saya miliki. Tes laboratorium kelak diperlukan atas lumpur purba yang digunakan untuk menulis inskripsi ini. Juga tulang belulang dan kerangka organik yang mulai ditemukan di situ satu waktu akan diungkap sains moderen lewat tes genetika.
Tablet kuno berinskripsi di Hamparan Perak , teks yang timbulkan seribu tanda tanya. (***)