STOCKHOLM – Dalam webinar ‘Keberkelanjutan Minyak Nabati: Peluang untuk Peningkatan Perdagangan Dua Arah’ yang diselenggarakan Perwakilan RI di Stockholm, Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar, menekankan bahwa upaya untuk mencapai target-target Sustainable Development Goals (SDGs) memerlukan kerja sama yang erat antar negara-negara.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia siap melakukan dialog dengan seluruh mitra, baik di tingkat regional maupun global.
“Indonesia berkomitmen untuk penuhi ke-17 target SDGs 2030 dan telah berhasil mencapai perkembangan yang signifikan. Dalam hal ini, Indonesia menolak perlakuan diskriminatif yang dikaitkan dengan isu keberkelanjutan terhadap produk kelapa sawit Indonesia, di tengah upaya kita untuk meningkatkan standar yang lebih ketat”, kata Wamenlu Mahendra Siregar.
Adapun kegiatan webinar ini diselenggarakan oleh KBRI Stockholm dalam rangka mendorong diskusi seputar topik keberkelanjutan minyak nabati serta dilatarbelakangi kesepakatan antara negara-negara anggota Uni Eropa (UE) dan ASEAN dalam meningkatkan hubungan dari Kemitraan Dialog menjadi Kemitraan Strategis, serta pembentukan Joint Working Group on Vegetable Oil pada Pertemuan Tingkat Menteri UE-ASEAN ke-23 yang diadakan pada tanggal 1 Desember 2020.
Dalam pembukaannya, Dubes RI Stockholm, Kamapradipta Isnomo, menilai penting bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia serta masyarakat UE dan ASEAN untuk memanfaatkan momentum pada awal tahun ini untuk menyambut diluncurkannya Joint Working Group tersebut untuk menuju peningkatan perdagangan minyak nabati dua-arah.
“Komitmen dari kedua belah pihak untuk bentuk sebuah Joint Working Group mengindikasikan adanya kesamaan visi untuk menyelesaikan tantangan dan isu-isu lingkungan hidup di sektor minyak nabati dalam perspektif yang lebih obyektif dan non-diskriminatif”, ujar Dubes Kamapradipta.
Webinar dihadiri dua panelis ahli di bidang keberkelanjutan dan minyak nabati berbasis di Swedia, yaitu Francis X. Johnson, Ph.D, Peneliti Senior dari Stockholm Environment Institute, dan Fumi Harahap, Ph.D, Peneliti Postdoktoral dari KTH Royal Institute of Technology. Dalam paparan dan diskusi dijelaskan, antara lain tahapan transisi perekonomian menuju bioekonomi, pangsa pasar penggunaan tanaman minyak, potensi energi yang dihasilkan dari sisa tanaman pertanian, serta peluang pengembangan biorefinery guna menangkap potensi sumber daya nabati secara utuh. Mewakili Pemerintah Swedia dan berperan sebagai moderator acara adalah Paul Westin dari Swedish Energy Agency.
Kelapa sawit dan produk turunannya merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang diekspor ke Swedia. Dalam 3 tahun terakhir nilai impor kelapa sawit Swedia dari Indonesia terus meningkat, dari USD 14,5 juta pada tahun 2017 menjadi USD 32,3 juta pada tahun 2019. Di tengah pandemi Covid-19 dan upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional, perdagangan minyak nabati, terutama ekspor kelapa sawit ke luar negeri, menjadi semakin penting bagi Pemerintah dan masyarakat Indonesia. (red)