Judul:Â
Merah Atau Putih
Skenario:Â
Sujud Kabisat
Produser:Â
Aditya Gumay
Sutradara:Â
Paknyang Kutai
Produksi Bersama:Â
Nusantara Kreatif
Imac Garasi Indonesia
Sanggar Ananda
Durasi:
24 menit
Para Pemain:
Fahreza Ali
Yasmin
Gerald
Satrio
Arum
Retno Anita K
Papa Rehan
Bu Eha
Guntur
Ella
Aldy Saputra
Ryan Sekarjaya
Heri Aslinda
Tak banyak sineas yang tertarik membikin film pendek. Bagi sineas muda Paknyang Kutai film pendek ‘Merah Atau Putih’ ibarat pisau bermata dua. Satu untuk berekpersi dan satu lagi untuk mendidik para generasi muda yang doyan untuk mengeluti dan ingin mengenal dunia perfilman.

“Saya bikin film untuk work shop kepada mahasiswa dan generasi muda di berbagai daerah. Lewat film karya seperti ‘Merah Atau Putih’, saya memberikan pendidikan film di kampus- kampus, sanggar-sanggar dan sekolah di berbagai daerah,” kata Paknyang Kutai.
Film ‘Merah Atau Putih’ diproduksi pada Mei 2012 lalu dengan lokasi syuting Cibubur, Jakarta Timur ini belum pernah ditayangkana di TV. Termasuk ikut festival film.
Meski begitu kata Paknyang Kutai, film ‘Merah Atau Putih’ sudah sempat ditayangkan dibeberapa kampus dan sekolah-sekolah, seperti, Lampung, Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Semarang.
“Pesan moral yang disampaikan dalam film ini lebih menyentuh pada persoalan kemandirian, semangat dan bagaimana meningkatkan rasa ke patriotisan generasi terhadap bangsanya. Sekalipun dalan film ini ada adegan merobek bendera, tapi itu adalah sebuah simbol dimana dalam keadaan apapun, bendera hanyalah sebuah simbol kebangsaan, bukan simbol ketuhanan. Dimana bendera yang dirobek dan dijadikan seragam menunjukan Negara harus melakukan apa yang namanya kesetiaan,” paparnya.

Paknyang Kutai ingin menyampaikan, tatkala setiap Senin pagi kita diwajibkan hormat bendera, jika tidak maka ada sangsi hukum yang diberlakukan. Tapi kenapa negara tidak juga menerapkan hal yang sama ketika setiap Jumat siang, masyatakat tidak melakukan shalat jumat?
“Negara tidak memberlakukan sangsi. Artinya sikap ini sudah sangat berlebihan menempatkan bendera. Jadi wajar jika kemudian anak bangsa ketika tidak mampu membeli seragam sekolah maka mintalah pada bendera,” katanya.

SINOPIS
Sejak ayah nya meninggal saat bertugas di Aceh sebagai prajurit TNI 4 tahun lalu. Anom selalu menyaksikan bagaimana ibunya bersusah payah mencukupi kehidupan sehari-hari dengan menjahit pakaian para tetangga. Apalagi semenjak kacamata ibu rusak. Pecah dan penuh garis-garis sambungan selotip. Ibu makin susah melihat. Alhasil banyak pelanggan ibu yang kecewa karena jahitannya jadi lama selesai dan tidak rapih.
Disekolah, Anom pun seringkali mendapat ejekan dari teman-temannya karena celana seragam anom sudah jelek dan banyak lobangnya. Dengan semangat, Anom berusaha membantu kesulitan ibunya dengan bekerja di peternakan sapi milik Pak Burhan. Saat menjelang gajian atau menerima upah dari kerjanya, Anom merasa sedih ketika pelanggan ibu membatalkan
jahitannya, akhirnya upahnya selama 1 bulan kerja di belikannya kacamata baru untuk ibu, berharap dengan kacamata baru tersebut, ibu tidak lagi kesulitan menjahit.
Menerima kenyataan itu, ibu merasa sangat terharu. Tanpa sepengetahuan Anom, dengan penuh penyesalan dan airmata, ibu terpaksa menggunting bendera Merah Putih peninggalan almarhum suaminya untuk dijadikan seragam sekolah. (gardo)