TETUA-tetua desa melarang masyarakat pedalaman Pulau Kalimantan, untuk memburu Burung Enggang atau Rangkong. Kenapa, tetua desa itu menjelaskan, “Kelak kita akan tahu dengan sendirinya, dan masyarakatpun mengiyakan apa yang dikatakan tetua desa itu untuk tidak mengetapel Burung Enggang.

Lambat laun akhirnya masyarakat mengetahui kenapa tetua desa itu melarang memburu Burung Enggang. Ternyata, Burung Enggang adalah burung yang dikeramatkan oleh suku Dayak di Kalimantan. Selain itu, Burung Enggang merupakan simbol kesetiaan dan keberanian.
Burung Enggang bagi suku Dayak yang masih beragama Keharingan atau pun tidak, dipercaya sebagai tunggangan Ranying Hatalla (yang maha esa). Selain itu, Burung Enggang merupakan simbol kesetiaan dan keberanian suku Dayak. Tak bisa tidak. Suku Dayak telah membuktikan kesetiaan dan keberaniaannya untu ikut bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ikut memperjuangkan kemerdekaan NKRI ini.
Mengapa Burung Enggang? Mengapa bukan Burung Elang?
Ada satu hal yang menarik dari Burung Enggang yang tidak dimiliki oleh burung-burung lain. Yaitu, dia tidak akan kawin ketika salah satu pasangan mereka mati. Itulah sebabnya Burung Enggang dikeramatkan oleh suku Dayakdan suku Dayak lainnya yang tersebar di seluruh Pulau Kalimantan. Sedangkan Burung Elang dipercaya sebagai pembawa dahiang atau pertanda dari Ranying Hatalla. Apabila Burung Elang mengelilingi wuwungan rumah seraya berkulik, itu pertanda buruk. Biasanya si pemilik rumah akan mendapat musibah. Percaya atau tidak, itu betul-betul terjadi. Mungkin sebagian kita pernah mengalami hal tersebut. Ya, memang sulit untuk merasionalkannya, tetapi itulah yang dipercaya sebelum peradaban modern ini muncul.
Sayangnya, maraknya pembakaran hutan di Kalimantan yang terjadi tiap tahun menyebabkan populasi burung keramat ini berkurang drastis. Untuk itu pemerintah menetapkan Burung Enggang adalah satwa yang dilindungi. Perlu diapresiasi dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, harus ada keseimbangan di sini. Selain menetapkan Burung Enggang sebagai satwa yang dilindungi, hendaknya pemerintah juga menghentikan pembakaran hutan yang terjadi tiap tahun di Kalimantan. Kalau tidak, tidak ada gunanya menetapkan Burung Enggang sebagai satwa yang dilindungi, tetapi terus membiarkan pembakaran hutan terjadi
Burung Enggang dan seni ukir suku Dayak
Seni ukir suku Dayak jika diamati secara seksama, baik motif maupun corak warna, banyak mengambil dari Burung Enggang. Dari segi motif, suku Dayak mengambil dari paruh dan jambul Burung Enggang. Sedangkan warna merah, putih, kuning, dan hitam juga mengambil dari Burung Enggang.
Burung Enggang dalam seni tari suku Dayak
Dalam seni tari suku Dayak pernak-pernik dari Burung Enggang memang tidak dipisahkan. Penari laki-laki biasanya bermahkotakan pernak-pernik mirip kepala Burung Enggang. Sedangkan penari perempuan biasanya menggunakan bulu ekor Burung Enggang. Selain memperindah, penggunaan pernak-pernik Burung Enggang ini pula menunjukan kesetiaan dan keberanian si penari.
Menarik memang jika menelisik lebih jauh tentang Burung Enggang yang dikeramatkan oleh suku Dayak. Jadi, tidak lengkap rasanya jika kita bicara tentang suku Dayak tanpa membicarakan Burung Enggang. (Biro Kaltim, Fatimah Syam/gr)