Danau Toba: Anugerah Sang Pencipta Untuk Penduduk Dunia (Selesai)

Foto: Danau Toba yang indah. (ist)

Pro dan Kontra

Oleh: Drs. Harun Al Rasyid

Bacaan Lainnya

Rencana mengangkat Geopark Kaldera Toba ke pentas dunia bukan tanpa tantangan dan hambatan sama sekali. Tantangan terberat tentu saja berasal dari UNESCO sendiri berupa persyaratan yang cukup berat yang harus dipenuhi pemerintah pengusul. Salah satu persyaratan utama itu adalah adanya keterlibatan secara menyeluruh masyarakat mendukung Geopark Kaldera Toba ini. Ternyata menurut para pemerhati Danau Toba, keterlibatan ini dirasakan sangat minim sekali bahkan bisa dikatakan respek masyarakat di kawasa DanauToba tidak nampak sama sekali.

Foto: Danau Toba yang indah. (ist)
Foto: Danau Toba yang indah. (ist)

Penggiat Lembaga Prakarsa Masyarakat Haranggaol Horison (LPMHH) Tohap P. Simamora mengatakan, jika kita menanyakan kepada masyarakat di sekitar Danau Toba umumnya tak mengerti tentang Geopark Kaldera Toba. Bahkan menurut Tohap, ada warga yang merasa Danau Toba akan dijual ke pihak asing. Kekurangan respek masyarakat itu menurut Tohap karena minimnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Samosir.

“Sosialisasi kepada masyarakat awam sangat kurang, sejak tahun 2012 promosi hanya dilakukan untuk kalangan terbatas di hotel-hotel, bukan langsung kepada masyarakat,” kata Tohap ketika diwawancarai melalui telepon seluler.

Menurut Tohap, pemerintah seharusnya melibatkan lembaga-lembaga masyarakat untuk menyusun program sosialisasi langsung kepada masyarakat di pedesaan. “Dengan membuat sosialisasi langsung kepada masyarakat melalui LSM atau lembaga masyarakat lainnya, diharapkan masyarakat akan dapat memahami apa itu yang dimaksud dengan Geopark Kaldera Toba itu,” kata Tohap lagi.

Rendahnya pemahaman masyarakat tentang Geopark Kaldera Toba itu juga terlihat ketika hal itu ditanyakan kepada dua orang siswi SMAN I Pangururan Ina Sinurat dan Hana Sitanggang yang sedang berwisata di Pantai Pasir Putih Parbaba. Keduanya saling pandang, lalu serentak menjawab: “Tahu sih Bang, tapi kami tak mengerti maksudnya. Bahkan kami sebagai penari Tari Tujuh Poci pernah diajak Pemerintah Kabupaten Samosir untuk berpromosi di Bali.”

Senada dengan Tohap, seorang penggiat LSM Jendela Toba, Mangaliat Simarmata juga mengakui kurangnya sosialisasi Geopark Kaldera Toba ini. “Mungkin belum ada anggarannya yang ditampung dalam APBD Kabupaten Somosir. “Tapi sebagai lembaga yang peduli dengan Danau Toba, kami sudah melakukan berbagai upaya sosialisasi semampu kami,” kata Simarmata seraya mengusulkan agar tujuh Pemerintah Kabupaten dalam kawasan Geopark Kaldera Toba menampung anggaran sosialisasi dalam APBD mereka.

Agak berbeda dengan Tohap dan Simarmata, Kepala Desa Sabulan Kecamatan Sitio-tio Manganar Situmorang, malah menyalahkan masyarakatnya yang kurang sadar wisata. “Kalau Danau Toba mau juga didaftarkan ke UNESCO, pemerintah dan masyarakat harus satu hati dan satu perbuatan untuk menyukseskan program ini. Dari sisi pemerintah mungkin sudah bulat dan sepakat kita. Tapi dari sisi masyarakat masih sangat sulit,” katanya ketika ditemui di Hotel Dainang Pangururan.

Menurut Situmorang, kalau Danau Toba mau menjadi geopark dunia, yang dilihat bukan saja keindahan Danau Toba karena keindahannya memang sudah anugerah Tuhan, sebuah keajaiban dunia. Tapi kebersihan dan kerapiannya juga dilihat. Nah ini kan tanggungjawabnya pemerintah dan masyarakat.

“Masyarakat di sini masih sembarangan, masih kurang kesadaran wisatanya, kalau naik kapal sembarangan, buang sampah sembarangan, kalau mau bangun rumah juga sebarangan, pokonya prilaku mereka masih sembarangan, kalau dilarang ngamuk, jadi masyarakat kita belum sadar wisata,” katanya lagi.

Parahnya lagi menurut Situmorang, masyarakat kelas atas pun masih belum menyadari hal ini. Umpamanya para pengusaha yang ingin berinvestasi di kawasan Danau Toba masih belum menyadari apa yang dimaksud dengan Geopark Kaldera Toba itu. Buktinya mereka membangun hotel atau lokasi wisata yang asal-asalan tanpa memperhatikan adat budaya dan tradisi orang Batak yang disebut juga kearifan lokal itu. Seharusnya kalau bangun hotel, rumah, tempat usaha atau lokasi wisata baru harus memperhatikan arsitektur Batak sehingga bangunan itu nanti selaras dengan keindahan Danau Toba.

“Kita sebagai aparat pemerintah selalu mengimbau masyarakat agar sadar wisata, tapi susah, malah kita dimarah-marahi mereka. Memang serba salah, bahkan sudah berkali-kali diadakan sosialisasi tapi belum terlihat hasilnya. Inilah susahnya orang Batak, sulit kali diatur. Beda sama orang suku lain yang gampang diatur. Jadi susah. Masyarakat maunya menuntut saja, kalau ada dana bantuan pemerintah, mereka duluan meminta tapi kita diminta membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) mereka menolak dengan berbagai alasan,” kata Situmorang lagi.

Selain, kurangnya kesadaran masyarakat, buruknya infrastruktur jalan dan sarana transportasi di kawasan Danau Toba menjadi salah satu hambatan bagi pemerintah untuk mengangkat Geopark Kaldera Toba ke tingkat dunia. Seorang tokoh masyarakat Desa Nainggolan Dater Hatobuan Sibarani mengatakan, pembangunan infrastruktur jalan di daerah belum begitu baik, malah nampak seakan menurun. Dulu sebelum menjadi kabupaten, Samosir ini banyak dikunjungi wisatawan asing tapi sekarang nampaknya berkurang. Dulu bukan pemandangan yang aneh jika ada turis asing yang mengelilingi Samosir ini, baik dengan jalan kaki, maupun naik sepeda motor atau mobil.

“Dan dulu kondisi jalan masih bagus, walaupun kecil dan belum banyak kenderaan umum. Tapi sekarang, misalnya jalan dari Tomok atau Tuk-tuk ke Pangururan ini banyak yang rusak. Pemerintah dengan alasan kekurangan dana, hanya mengaspal separuh jalur jalan saja, separuh lagi dibiarkan rusak. Ända bisa lihat sendiri kondisi jalan disini,” katanya dalam penyeberangan dari Parapat ke Tomok.

Menurutnya, pembangunan objek wisata dan hotel memang cukup pesat tapi sepenuhnya belum mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar sehingga masih banyak anak muda di sini yang memilih bekerja serabutan, jadi supir angkutan atau bekerja di objek-objek wisata sebagai petugas atau operasional permainan wisata. “Kita mengimabu jika Danau Toba ini akan diangkat menjadi daerah tujuan wisata internasional, pemerintah baik, pusat, provinsi dan kabupaten harus segera memperbaiki infrastruktur jalan dan sarana transportasi di sini. Jika hal itu tidak dilakukan maka apa yang direncanakan itu hanya sebatas mimpi belaka,” katanya lagi.

Hal senada juga dikatakan Drs. RE Nainggolan, MM tokoh masyarakat Toba yang sangat peduli dengan Geopark Kaldera Toba ini. Diakuinya, upaya pemerintah mengangkat Geopark Kaldera Toba menjadi Global Geopark Dunia memang terlihat belum maksimal. “Tapi ini kan sebuah proses, yang namanya proses tentu ada tahapan dan dalam tahapan itu akan ada perkembangan,” kata RE Nainggolan, Rabu (15/4) kemaren.

Oleh karena itu, Nainggolan berharap pemerintah lebih intensif melakukan sosialisasi sehingga seluruh masyarakat di kawasan Geopark Kaldera Toba dapat memaklumi dan memahami apa manfaat dari Geopark Kaldera Toba ini. Kalau msayarakat tidak tahu manfaatnya, maka mereka tidak akan merasa bahwa hal itu adalah bagian dari kehidupannya.

Naiggolan juga mengimbau agar pemerintah pusat harus segera memulai pembangunan infrastruktur, baik darat (jalan), danau (dermaga) dan udara (bandara). “Kita sangat mengharapkan Bandara Silangit itu bisa segera ditingkatkan sehingga bisa didarati pesawat Garuda dangan rute Jakarta – Silangit, Bandung – Silangit, Denpasar – Silangit dan Medan – Silangit. “Bahkan kalau memungkinkan dibuka akses ke luar negeri,” kata Nainggolan yang yakin pemerintah sudah siap untuk melakukan itu.

Dari berbagai tanggapan masyarakat diatas, dapatlah disimpulkan bahwa memang berat upaya mengangkat Geopark Kaldera Toba menjadi anggota Global Geopark Network sehingga menjadi destinasi wisata internasional. Tapi melihat keseriusan Pemerintah baik pusat, provinsi dan tujuh kabupaten itu kita yakin upaya itu akan membuah hasil yang baik sesuai dengan harapan banyak orang.

Mengakhiri tulisan ini ada baiknya kita kutip bagian dari buku Sumatera Utara Bangkit: Membangun Budaya Kerja dengan Berbasis Nilai sebagai berikut: “Kita ingin mencatat sejarah, dengan membangun spirit Sumatera Utara Bangkit. Makna “bangkit” disini ingin mewujudkan visi dan impian Provinsi Sumatera Utara melalui pembangunan budaya yang berlandaskan kepada nilai-nilai. Bahwa kebangkitan yang dimaksud harus dimulai dari pemimpin, aparatur dan masyarakat. Kebangkitan Sumatera Utara membutuhkan partisipasi seluruh elemen”.

Namun kabar terakhir yang kita terima, UNESCO batal menetapkan Geopark Kaldera Toba sebagai Global Geopark Network. Artinya baik pemerintah maupun masyarakat harus bekerja keras lagi memperjuangan Geopark Kaldera Toba menjadi Geopark Global Network. (Tamat/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan