MENJELANG keberangkatan jenazah Putri Sri Kumala ke pemakaman dibacakan riwayat hidupnya. Mewakili keluarga Mat Kilau berpidato penuh haru. Pelayat banyak yang tak mampu menahan tangis. Rekan-rekan semasa dia menjadi pramugari banyak yang hadir termasuk para Pilot serta beberapa pejabat teras tempat almarhumah bertugas.
Mat Kilau mengatakan dengan suara parau, …..”tak ada yang tahu keakraban saya dengan almarhumah…di setiap perjumpaan kami bagai orang asing yang tak saling menyapa Kami tahu sejak SMP sudah direncanakan oleh orang tua akan menjadi suami istri.
Sejak tahu rencana tersebut, kami menjaga marwah keluarga. Kalau hari ini saya menangis itu bukan karena kematiannya tapi karena saya kehilangan sosok wanita yang amanah yang mampu menyembunyikan kerinduan yang meluap.
Kematian bukanlah hal yang saya sedihkan tapi mestinya kematian memberikan pelajaran bahwa ghaib itu urusan Allah. Kematian suatu tamu yang tak pernah ingkar janji, datang tepat waktu.
Ada suatu hal yang harus saya tuntaskan yaitu siapa jembalang pengisap darah dalam rumah cinta kami. Ini bukan api dendam yang tak pernah padam tapi hanya ingin tahu di zaman rasional ini masih ada jembalang yang diperintah manusia untuk memuaskan hatinya.”
Sonya kelihatan begitu gelisah, sebentar-sebentar menyapu keringat di keningnya padahal udara berembus sejuk.
Tak ada yang memperhatikan kondisi Sonya. Dia berada tepat di depan Mat Kilau berpidato hingga kekasih almarhumah tersebut dengan bebas meneropong dengan optik pandang yang tajam.
Mat Kilau melanjutkan kalimatnya yang terpotong karena air bah mata tak terhalaukan. “Hadirin sekalian, inilah cinta berkalang maut. Dalam pertemuan kami yang terakhir dalam dunia sadarnya”, almarhumah berkata, “kita akan menikah dalam alam yang tak terkatakan embun pada waktu malam.”
Pulang dari makam Datuk Panglima Hitam menarik tangan Mat Kilau untuk ikut ke rumahnya. Mat Kilau seperti Kerbau dicucuk hidung.
Seusai Shalat Ashar keduanya duduk di lantai papan rumah sang guru.
“Di antara para pelayat tadi adakah orang yang kau curigai sebagai pelaku polong terhadap Sri Kumala?”, tanya Datuk Hitam.
Mat Kilau menggeleng. Mat Kilau kemudian menyebut alasan mengapa dia menggeleng. Pengamatannya selama berkecimpung di dunia hukum, tak ada satu petunjuk pun yang mengarah ke sana. Datuk hitam tersenyum dan menyebut Mat Kilau menyembunyikan sesuatu untuk alibinya jika pembalasan terwujud. Dan tak siapapun menduga siapa pelaku korban kedua dalam episode cinta berkalang maut.
Mat Kilau tak mau berdebat dengan gurunya, dia memilih pamit menuju rumah Tengku Usman Pelor, ayahanda almarhumah Sri Kumala. Datuk Hitam tak membiarkan Mat Kilau pergi seorang diri. Dia mendampingi Mat Kilau dengan kebisuan yang liar.
Datuk Hitam tak yakin Mat Kilau tak mencurigai perempuan yang bernama Sonya dalam pandang yang kasar. Kemudian Datuk Hitam menenggelamkan pendapatnya tersebut, dia tahu Mat Kilau putra melayu yang haus ilmu kebatinan. Satu hal yang membuat Datuk Hitam takjub, Mat Kilau begitu tenang menghadapi musibah yang sangat berat tersebut. Hanya matanya yang tajam pada orang-orang tertentu di antara pelayat tersebut.
Datuk Hitam menyentuh pundak Mat Kilau sebelum masuk ke rumah Tengku Usman Pelor dan membisikkan agar Mat Kilau mengontrol sinar matanya yang tajam tersebut. Pandangan itu akan mendorong setan pada asumsi yang keliru.
Ketika Mat Kilau dan Datuk Hitam masuk ke rumah ayah almarhumah. Sonya masih di rumah duka duduk melipat kedua kakinya kiri. Mat Kilau tak memandang sedetikpun pada Sonya. Sonya membaca jalan pikiran Mat Kilau, yang diakuinya pada almarhumah sebagai sepupunya. “Kenapa aku mesti berbohong”, Sonya bergumam. Dia pamit pada ayah almarhumah, mencium tangannya. Dia pun berlalu tanpa melihat Mat Kilau tapi dia menyapa Datuk hitam dan mencium tangannya.
Baru sekitar tujuh langkah Sonya keluar pintu terdengar pekikan yang memilukan jiwa. Seorang gadis tetangga Mat Kilau tubuhnya menggelepar-gelepar di halaman rumah Tengku Usman Pelor. Meminta-minta ampun dengan menyebut nama almarhumah Sri Kumala. Perempuan itu bernama Gina Karlina. Perempuan yang tergila-gila pada Mat Kilau yang tak perbah direspon oleh Mat Kilau. Datuk Hitam segera menuju ke raga Gina. Membaca mantra yang jarang dilakukannya kecuali dalam keadaan terdesak.
Kondisi Gina semakin mengkhawatirkan. Dia membisikkan pada Mat Kilau, “beri dia kesempatan untuk bertaubat. Maafkan dia.” Mat Kilau berpikir sejenak lalu mengangguk. Dia mendekati Gina Karlina dan berbisik memaafkannya. Gina Karlina pun tersadar, beristigfar.
Sejak itulah kampung mereka tak lagi bernama simpang kramat. Dan sejak itu Mat Kilau tak pernah bertemu Sonya. Sonya menutup buku cinta pada kekasih sahabatnya. “Biarlah kau membenci pada perbuatan yang tak pernah kulakukan. Aku memaafkanmu seperti aku memaafkan Sri Kumala”, Sonya bicara pada dirinya sendiri (***)
Bandung, 240720
Tsi Taura.