Lewat tengah malam yang sunyi, Farouk Rimba, tergeletak tidur-tidur ayam, di sebuah mesjid di belakang areal perkebun tebu. Mesjid itu berdekatan dengan Hamparan sungai kampung melayu. Sayup-sayup dia mendengar suara tangis bayi. Diperhatikannya arah suara bayi itu, tangis yang memilukan sukma. Pelan-pelan dia melangkah ke arah pintu mesjid. Malam itu dia seorang diri di rumah Allah tersebut. Seusai shalat Isya dia baringkan tubuhnya di dalam mesjid. Farouk semakin dekat ke pintu, suara bayi semakin jelas. Dia menguakkan pintu, diperiksanya bayi tersebut, perempuan beralas selimut. Tangannya bergerak-gerak ke atas. Farouk memungutnya. Dibawanya masuk ke mesjid. Dia teringat Kemala, pengurus panti asuhan, lokasinya lima kilo meter dari mesjid. Dengan mobilnya bayi itu dibawa ke panti asuhan milik Kemala.
Farouk disambut hangat Kemala. Sudah lama mereka tak bertemu. Farouk menceritakan asal-usul bayi tersebut. “Rawat dia seperti dinda merawat anak sendiri. Beri namanya Zahra Sofia, artinya bunga yang menawan. Tiap bulan insya Allah saya jenguk.” Kemala tersenyum dan mengangguk. Ketika pamit Farouk meletakkan sebuah amplop tebal ke atas meja. Kemala memandang Farouk dengan senyum lesung pipit yang menawan. Ketika dia tahu Farouk belum bekerja, dia menolak amplop tersebut. Farouk menembus malam menuju rumah pamannya. Melepas lelah di situ. Di ranjang dia membaca sepucuk surat kecil, yang ditemukannya di samping bayi tersebut. Surat itu hanya menuliskan nama “Lidya”.
Waktu berjalan sesuai dengan kodratnya. Zahra Sofia tumbuh remaja, cantik dan lembut. Zahra di sekolahkan Farouk di Jakarta. Diasuh oleh orang tua Farouk. Suatu saat ketika diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Jakarta, larangan mudik belum diterapkan. Farouk singgah ke agen penjualan tiket pesawat udara. Farouk hendak membeli tiket jurusan Medan. Dia diladeni seorang wanita cantik, berkalung hurup “L”. Mata Farouk tajam memandang wajah perempuan tersebut. Bayi yang ditemukannya di mesjid juga memakai kalung berhuruf “L”. Kalung itu disimpan Farouk di brankas. Wajah perempuan yang meladeninya di agen penerbangan itu mirip Zahra Sofia. Jantung Farouk berdebar kencang ketika mereka bertatapan. Kebenciannya pada perempuan itu seakan hitungan detik meledak. Farouk menenangkan dirinya. “Inikah perempuan yang tega membuang bayi di depan mesjid itu”, Farouk berbicara dengan dirinya sendiri. Farouk membuang semua kenangan di mesjid. Dia bergegas menuju Soekarno-Hatta.
Bdg, 110520
Tsi taura