Cerpen Tiga Paragraf (Pentigraf) (08) ‘Laptop Terakhir’

tsi taura

Ratih Pratiwi, seniman yang cukup dikenal di kota kelahiranku, sepengamatanku kehidupannya misterius, sepertinya ia piawai menutup diri siapa sebenarnya dia, selalu kuundang dalam giat sastraku. Dia menelusuri jalan Merak Jingga seorang diri. Suaminya pemabuk, tiga bulan yang lalu tewas minum miras oplosan bersama-temannya yang pengangguran karena di PHK. Meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan yang masih balita. Dampak covid-19, giat seninya terhenti total, tabungan ludes, perhiasan emas kandas, tersisa sebuah laptop tua, dijinjingnya memasuki salah satu toko di jalan Merak Jingga, melego sarana dia berkesenian, dengan menyelinap aku bisa berada di sampingnya tanpa ia ketahui. Laptop itu ditawar dengan harga sangat murah, dia memohon pembeli menambah harga beli. Penjual yang tak memiliki senyum itu menggeleng, Ratih Pratiwi sepertinya sudah pasrah, aku tak tahu untuk keperluan apa laptop itu dijualnya.

Aku menggamitnya, ia kaget seperti petir menyalak tiba-tiba, kuajak dia masuk ke mobilku, ia menurut, mukanya pucat, bibir tak bergincu, matanya sayu, rambutnya kusut melukiskan deritanya. Tidak seperti biasanya, berpakai rapi, periang, berkulit bersih, rambutnya yang modis, berteman tak memiliki sekat. Dan dia suka mentraktir teman-teman bila mendapat honor kegiatannya, kini semua seakan menutup pintu buatnya.

Bacaan Lainnya

Di mobil dia bercerita panjang tentang perjalanan hidupnya yang getir, memohon aku mau membeli laptopnya. Itulah hartanya yang terakhir, malam hari ia mengamen di lampu merah. Diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB), giat ngamennya terhenti. Tak tega aku mengambil laptopnya, aku baru menerima gaji, separuh kuberikan padanya. Ia terisak panjang seakan langit mendengarnya, hujanpun mengantarkan dia ke rumah kontrakan, di gang kecil yang kumuh.

Bdg, 170420
Tsi Taura.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan