Beberapa hari ini aku mendapat kunjungan dari Seorang Kawan, Ahiong namanya, seorang kristiani yang berjiwa sosial sejak aku mengenalnya. Pertemanan tanpa pamrih, paling dia hanya meminta nasihat hukum padaku. Hampir dua puluhan tahun kami berteman, walaupun dia tahu aku sudah pensiun dini di instansi penegak hukum, dia tetap mengirim WA padaku, menanya khabar aku dan keluarga, meskipun hampir lima tahun kami tak bertemu. Pagi kemarin dia mengabarkan hendak bertemu aku. “Bang, keperluan apa yang langka sejak abang dan keluarga saat covid-19 mewabah, mengharuskan warga berkurung di rumah.” Aku tak menjawab WA-nya, tak ingin merepotkan, masih ada orang lain yang lebih membutuhkan dari aku.
Gelap mengurung bumi Pasundan, hujan pun melebat diiringan dentuman petir. Aku duduk di ruang tamu bersama keluarga, tiba-tiba Ahiong muncul dari dapur dengan temannya berbasah-basah, membawa paket yang begitu banyak. Kusongsong, kuajak masuk, ia menolak.
“Maaf bang, aku ke hotel dulu, ini ada undangan buat abang.” Aku terpelongo ketika dia bergegas keluar, aku membuka surat undangan yang sangat tebal dari ukuran lux. Bukan undangan tapi segepok uang yang tak pernah kumimpikan.
Hujan belum reda, asisten rumah tangga kami sudah seminggu tak masuk, anaknya menderita tumor, belum dioperasi karena ketiadaan biaya, tiba-tiba ia muncul menemui istriku, menangis terisak. Istriku menemuiku, menyarankan agar aku mau membantu perobatan anaknya.
Aku tersenyuh, uang Ahiong masih di tanganku, istriku setuju mengalihkan rejeki tersebut 2/3 buat asisten rumah tangga itu plus paket sembako diberikan secukupnya.
Asisten rumah tangga tersebut seperti bermimpi mungkin, memeluk istriku dengan isak tangis yang jauh, ia pun bersujud.
Aku terpaku tak mampu berkata apa-apa di bawah hujan yang masih melebat. Tak terasa air mataku dan istri tercurah, takdir mengukir kalbu, rejeki yang transit.
Bdg, 150420
tsi taura