TORA dan stafnya kembali disibukkan kasus datuk Kelana.
Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan pidana korupsi di tingkat kasasi terhadap terpidana datuk Kelana.
Masyarakat yang kontra dengan datuk Kelana meminta Jaksa untuk segera mengeksekusi terpidana . Sementara datuk Kelana belum terlacak keberadaannya. Di tingkat banding dan kasasi ia tidak dikenakan penahanan rumah tahanan negara (rutan).
Putusan kasasi menguatkan dalil dan tuntutan penuntut umum, terpidana diperintahkan menjalankan putusan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Pinang.
Untuk keluar dinas dari daerah hukum Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, Tora dan stafnya harus mendapat ijin dari atasan mereka di Kejaksaan Tinggi Riau di Pekanbaru.
Saat itu belum dibentuk Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau di Tanjung Pinang.
Ijin itu dipersulit tetapi dalam keterangan pers atasan mereka tersebut berkali-kali mengatakan bahwa eksekusi terpidana adalah tanggung jawab Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, sdr Tora.
“Ada yang tak beres ini”, kata Tora
pada Tirta Utomo.
“Maksud bapak sudah ada yang masuk angin? Kita harus tenang pak. Kita pasang jaringan intelijen melacak keberadaan terpidana. Besok saya telusuri rumah-rumah sakit yang patut kita curigai sebagai tempat persembunyiannya”, kata Tirta Utomo.
“Ide yang bagus. Oke lakukan secara tertutup, jangan ada orang kantor kita yang tahu kamu ke Jakarta”, kata Tora dingin.
“Malam kita ke Akau pak, mana tahu di sana kita menemukan informasi tentang datuk Kelana”, kata Tirta Utomo.
“Oke, jemput saya seusai magrib”, kata Tora.
“Siap, ijin pamit”, kata Tirta Utomo pulang ke rumah kontrakannya.
Tepat pukul 19.00 Wib, Tirta Utomo tiba di rumah dinas Tora. Mereka ngopi sejenak lalu bergerak menuju jalan Potong Lembu, kuliner malam beratap langit.
Mata Tirta Utomo jelalatan seperti mencari sesuatu, melangkah pelan di arena Akau. Tiba-tiba ia membawa Tora ke sudut Akau, seorang perempuan setengah baya, berambut pendek, berkaos hitam, bercelana jeans duduk di sudut Akau seorang diri.
Dalam hati Tora berkata, “siapa lagi perempuan ini. Banyak sekali teman perempuannya. Mungkin ini spionnya atau teman tapi mesra-nya.
Playboy cap Kalpanax juga anak ini.”
Tora mengikut saja ajakan Tirta Utomo.
“Malam buk dokter, boleh duduk gabung?”, sapa Tirta Utomo.
Seperti terkejut dokter itu. Mereka saling berjabat tangan dan memesan menu makanan seafood yang segar.
Dokter itu bernama Tuti Widyastuti. “Cantik rupawan. Matanya yang teduh membuat pandang tak jemu”, Tora bergumam.
Tirta membuka cerita, “dok kami mohon pertolongan dokter, bisakah?”.
(Binjai, 231020, tsi taura).