Cerita Mini (Cermin), (06) ‘Eksekutor Dari Tanah Melayu’

SEUSAI Subuh di surau, tengku Syamsudin dan Tora menuju rumah Zahra Lestari.
Pintu rumahnya sudah terkuak. Mereka memasuki rumah panggung itu. Ayah Zahra Lestari, Yassin menyongsong dengan senyum yang tulus.
Terbelalak mata Tora, terkagum-kagum memandang wajah polos kekasihnya itu. Berkebaya kuning, berkain songket, berselendang kuning, mendecak kagum Tora. Mereka saling berpandangan, rindu yang terbelenggu.

Pakcik Tora memberi isyarat untuk segera berangkat, dengan jalan memotong lahan perkebunan.
Tora bersama Zahra duduk di depan, pakcik Tora dan Yassin duduk di jok belakang.

Bacaan Lainnya

Jam 07.00 Wib mereka tiba di Medan, acara wisuda Zahra Lestari dimulai jam 09.00 Wib. Tora menyinggahi rumah makan Sinar Pagi dekat Petisah.
Sungguh Tora tak menyangka pagi ini Zahra Lestari diwisuda sebagai Sarjana Hukum.
“Oh, perempuan yang gigih tegar menjalani hidup yang keras.

Zahra Lestari sangat bahagia. Ayahnya berkaca-kaca matanya, menetes air mata haru.
Zahra lebih tak menyangka wisudanya ia didampingi kekasihnya yang sudah lama menghilang.

Jam 08.00 Wib, mereka tiba di Auditorium USU, Medan.
Zahra segera bergabung dengan teman-temanya yang akan diwisuda. Sebelum masuk ke ruangan, Tora, Zahra Lestari, Yassin dan tengku Syamsuddin berfoto bersama dengan wajah ceria.

Dari kejauhan sepasang mata menyaksikan kemesraan itu. Seorang putri berambut sebahu, berkulit kuning langsat. Dia tak menyangka Zahra Lestari, perempuan pencari rebung dan daun pakis itu seorang Sarjana Hukum dan berpacaran dengan Tora.

“Mulianya hati Tora, tidak memilih kekasih sesama bangsawan tetapi malah seorang putri jelata. Patut ia tak pernah merespon keinginanku berpacaran dengannya”, kata perempuan itu pada dirinya sendiri. Perempuan itu bernama Ivo, anak pengusaha getah yang kaya raya. Bangsawan melayu yang sukses berbisnis.

Prosesi pengukuhan wisudawan tersebut berlangsung tertib, tepat waktu.
Ivo yang juga satu sekolah dengan Zahra Lestari dan Tora menyaksikan acara itu sampai selesai.
Ia tak hendak mengganggu kemesraan Tora dan Zahra Lestari. Ia mengambil posisi pandangan yang jauh, yang tak mudah dilihat Tora.
Ia ingin menebus dosa masa lalunya dengan Tora, maka ia berusaha agar Tora memaafkannya.

Pulang dari kampus, Zahra bermohon diantarkan ke makam emaknya di TPU Tanjung Mulia Medan. Makam yang bersih, di bawah pohon yang rindang.

Tak disangka oleh Tora, Syarifah Rachmi dan keluarganya juga ziarah di situ.
Cepat Tora menghindar, “pakcik, patik menunggu di mobil ya?”, kata Tora pada pakciknya.

Tak lama mereka di makam itu, Tora mengajak ayah Zahra makan siang di tepi laut Belawan. Restoran Marina yang nyamsn dengan embusan angin laut yang sejuk.

“Kanda, dinda takut di sini ada orang yang kenal dengan kita,memberi tahu ayah kanda”, kata Zahra menyenderkan tubuhnya ke bahu Tora.

“Tak ada masalah yang tak dapat dipecahkan, apalagi yang namanya gelas”, kata Tora sambil meremas lembut jemari Zahra.
Keraguan tetap saja bergayut di pikiran Zahra. Firasat buruknya tak terhalaunya.
“Ach, hidup tidak sunyi dari masalah. Aku harus menghadapi masalah, bukan lari dari masalah”, kata Zahra pada dirinya sendiri (***)

Medan, 081020,

tsi taura.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *