Cerita Mini (Cermin), (05) ‘Eksekutor Dari Tanah Melayu’

oleh -2,812 views

SEBELUM acara pinangan ditutup, atok Tora bertanya pada cucunya, “adakah yang hendak engkau cakapkan? Dan begitu pula pada cucunda Sarifah Rachmi?”.
Tora melirik pakciknya seakan meminta pendapat agar tak melanggar adat. Pakciknya mengangguk, isyarat buat Tora sebagai Jaksa baru harus belajar ngomong dihadapan siapapun. Dengan tenang ia pun bertutur lembut.

“Para tetua yang patik muliakan, ijinkan patik menitikkan kata berikut ini. Ia menarik nafas sejenak, ayahnya memandang tajam. Ia tak ingin Tora bicara karena dia tahu anaknya itu kalau bicara bersayap.

Tora tak terpengaruh pandangan tajam ayahnya.
Dan dengan tenang ia mengayun kata:
“Apa yang terjadi malam ini adalah sesuatu yang tak pernah patik bayangkan. Tirani feodalisme hidup di zaman milinial.
Bagaimana tunangan ini bisa terjadi? Patik baru melihat wajah Syarifah Rachmi yang mempesona. Dan baru tahu namanya, tiba-tiba kami bertunangan, inikah takdir kami wahai ayahnda, atoknda dan hadiran sekalian?”.

Tora menghentikan sejenak unek-uneknya. Diliriknya reaksi ayahnya. Ayahnya tertunduk, atoknya tersenyum, pakciknya memilin-milin kumis tebalnya.
Syarifah Rachmi memandang jauh menembus dinding rumah. Ia bersikap tenang. Ayah Rachmi mengembuskan asap rokok dari bibirnya yang sudah menghitam.

“Bagaimana kelak kami memasuki hidup baru dari dua pikiran yang gelap? Bagi patik, sekali menikah, sekali bercerai mati.”
Ayah Tora terdongak, emosinya tak terbendung, dia langsung memotong bicara Tora yang belum selesai.
“Jadi engkau merasa keberatan dengan acara bertunangan ini?”, kata ayah Tora dengan bibir bergetar.

Tora diam sejenak memikir jawaban apa yang tepat yang harus ia sampaikan.
Dia tersenyum, dengan lembut dia bertutur, “hadirin pasti tahu jawabannya. Apa yang sudah jelas tak perlu dijelaskan lagi ayahnda yang patik sayangi.

Ayah Tora ingin bicara lagi, tapi atok Tora bersikap arif dan bijaksana.
Si atok angkat bicara, “taklah mendai mata air yang jernih dikorek-korek hingga keruh.
Kita tutup acara ini dengan doa agar niat yang baik dilapangkan Allah dalam pelaksanaannya.

Tora melirik ke kirinya, pakciknya sudah menghilang entah kemana. Rachmi mencium tangannya, melempar senyum yang polos. Tora berbasa-basi menyenangkan hati orang tua, ia mengajak Rachmi ke ruang perpustakaannya.
Malam semakin tinggi, Tora membimbing Rachmi turun dari ruang perpustakaan.
Ayahnya dan ayah Rachmi bergembira hati, melihat keakraban putrinya.

“Aku takkan menghianatimu, Zahra Lestari. Apapun yang terjadi kecuali turun tangannya takdir”, Tora bicara pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba muncul pakciknya di kamar Tora. Dengan suara lembut dia berkata, “besok temani ayah ke kampus Padang Bulan. Jangan ada yang tahu, pakai jas engkau.”

“Acara apa?”, tanya Tora.
“Jangan banyak tanya, bawa mobilmu.”
Tora mengangguk dengan pikiran berkecamuk. (***)

*Patik = saya

*Mendai = baik

Medan, 071020,

tsi taura.