‘Bottle Neck’ dan Solusi Respon Pandemi Covid-19 di DIY

oleh: Apriyanto*

Saat pandemi Covid-19 ini terjadi, keluhan yang paling banyak kita dengarkan adalah permasalahan terkait Alat Proteksi Diri (APD). Sebetulnya Alat Proteksi Diri atau Personal Protective Equipment (PPE) Dunia banyak dibuat di Indonesia, tetapi sebagian besar justru dieksport karena ada kewajiban terkait bahan baku import APD misalnya dari Korea atau China yang harus diexport kembali ke negara asal.

Bacaan Lainnya

Masalah lain adalah karena kita tidak pernah serius dalam industri perlengkapan medis dan farmasi sebagai industri prioritas. Salah satu titik terlemah industri kita adalah industri komponen. Banyak pabrik di Indonesia bisa membuat Ventilator. Kenapa mereka tidak membuat ?
Persoalan mereka pertama di R&D yang membutuhkan investasi besar. Persoalan kedua di komponen yang harus sebagian besar diimport misalnya IC, dan sensor- sensor. Persoalan ketiga di kebijakan perindustrian yang belum menjamin dan mendukung produk dalam negeri. Persoalan keempat di kebijakan pengadaan barang yang mengakibatkan pemasaran alat kesehatan dari produsen dalam negeri terhambat. Industri hulu terlambat sementara di hilir ditekankan export oriented. Persoalan kelima adalah persoalan menghadapi mafia alat kesehatan.

Persoalan diatas menjadi “bottle neck” Industri Alat Kesehatan. Solusinya adalah melakukan “de-bottle necking” dengan fokus pada kebijakan politik yang memajukan industri dalam negeri. Pemerintah harus memprioritaskan industri komponen di Indonesia dengan dukungan kebijakan serta anggaran yang memadai bagi riset dan pengembangan industri komponen. Kita perlu berpikir soal terobosan kebijakan agar industri dalam negeri juga memiliki standard Internasional sehingga tidak kalah dengan industri dari luar negeri. Percepatan industri alat kesehatan dalam negeri perlu dilakukan sehingga sekurangnya 50% alat kesehatan bisa diproduksi sendiri. Mafia pengadaan barang alat kesehatan harus diperangi secara sistemik. Kita juga perlu segera membuat rencana produksi bersama secara kolaboratif dengan berbagai resources semi assembling di dalam negeri. Kita juga butuh segera mendorong kebijakan agar industri alat kesehatan Indonesia masuk dalam Global supply chains dengan daya saing tinggi.

Permasalahan Kesehatan misalnya terkait Laporan kasus Covid-19 ini yang masih sering berbeda dengan kondisi aktual. Banyak tenaga kesehatan di berbagai Rumah Sakit yang sudah mulai kelelahan dan butuh rehat. Sementara itu ada permasalahan keterbatasan mobil ambulance di unit-unit fasilitas layanan kesehatan. Tenaga evakuasi pasien covid-19, tenaga pemulasaran jenazah, sampai tenaga pemakaman belum mendapat dukungan insentif yang layak, sementara jumlah tenaga untuk urusan tersebut juga terbatas. Dalam hal ini butuh perhatian serius untuk sistem dukungan rotasi Tenaga Kesehatan di rumah sakit. Ketersediaan ruang isolasi pasien covid-19 ini juga menjadi permasalahan yang harus dipecahkan secara komprehensif. Dalam penanganan pandemi Covid-19 ini, RSPAU Harjolukito rencananya juga dipersiapkan untuk merawat pasien covid -19 dengan kapasitas 150 bed, sementara di DIY terdapat 32 ruang isolasi beserta ventilatornya. Sejumlah tersebut tidak dipergunakan semuanya untuk pasien covid-19, karena sebagian digunakan untuk kasus lain. Dalam melakukan test PCR (Polymerase Chain Reaction) di DIY ada 5 Laboratorium Test PCR: 1 Lab milik Kemenkes Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP), 2 Lab milik FK UGM, RS Sarjito dan RS Akademik UGM.

Pemda DIY berencana menjangkau 76.261 KK miskin yang akan mendapat Jadup senilai Rp 625 ribu per-kepala keluarga setiap bulannya. Skema “Social Safety” sebaiknya diserahkan kepada pengurus RT untuk menjalankan mekanisme pembagiannya sesuai konteks lokal. Penanganan Covid-19 ini diharapkan sekaligus juga akan menguatkan ketangguhan desa dan kota dengan peningkatan kualitas sistem kesehatan daerah. Pemda DIY juga menganggarkan Rp 246 miliar untuk penanganan COVID 19 di DIY, selama tahun 2020 ini. Semoga dengan upaya sinergi dan koordinasi yang lebih baik dengan dukungan anggaran tersebut kita bisa memperbaiki situasi krisis akibat pandemi covid-19 di DIY lebih cepat dan lebih baik. (***)

*Penulis adalah sekretaris JERC-19 (Jogja Economic Resilience for Covid-19) KADIN DIY, ISEI DIY

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *