JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5 persen.
Demikian dikatakan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtualnnya, Selasa (14/4/2020).
“Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 13 dan 14 april 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI Seven days reverse repo rate sebesar 4,5 persen,” ujar Perry Warjiyo.
BI juga tetap mempertahankan suku bunga deposit facility di level 3,75 persen dan suku bunga lending facility sebesar 5,25 persen.
“Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal termasuk stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global yang relatif tinggi. Meskipun, BI tetap melihat adanya ruang penurunan suku bunga sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Perry.
Perry menambahkan, pihak BI juga telah menyiapkan empat paket kebijakan. Semua kebijakan tersebut diharapkan dapat terus mendukung stabilitas perekonomian nasional.
“Pertama, untuk stabilisasi dan penguatan nilai tukar Rupiah, BI meningkatkan kebijakan triple intervention baik melalui spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder,” kata Perry.
Langkah kedua yang BI terapkan adalah meningkatkan pelonggaran pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing). Langkah ini bertujuan untuk terus mendukung perbaikan ekonomi nasional yang terdampak akibat wabah virus corona.
“Meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing) sebagai berikut : (a) Ekspansi operasi moneter melalui penyediaan term-repo kepada bank-bank maupun korporasi dengan transaksi underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 tahun; (b) Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah, mulai berlaku 1 Mei 2020; (c) Tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun, mulai berlaku 1 Mei 2020,” tutur Perry.
Langkah ketiga yang dilakukan BI adalah dengan menaikkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan dan selaras dengan penurunan GWM Rupiah.
“Mulai berlaku 1 Mei 2020. Kenaikan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial atau PLM wajib dipenuhi melalui pembelian SUN/SBSN yang akan diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana,” ucap Perry. (red)