Medan – Kordinator Forum Aktifis 98 Muhammad Ikhyar Velayati Harahap mengajak Gerakan Pro Demokrasi (Prodem) dan rakyat korban kerusuhan 27 juli 1996 untuk menagih komitmen PDIP dalam menuntaskan kasus tersebut.
” Gerakan Pro Demokrasi dan rakyat Korban kerusuhan 27 Juli harus menagih komitmen PDIP untuk menuntaskan kasus kerusuhan 27 Juli yang di anggap merupakan pelanggaran HAM Berat. gara gara kasus kerusuhan 27 juli tersebut Mega jadi Presiden dan PDIP dua kali menang dalam pemilu legislatif”, kata ikhyar di Medan, Jum’at (22/7/2022)
Menurut Ikhyar tidak ada alasan PDIP untuk menolak mengungkap kasus kudatuli tersebut.
” sebenarnya saat ini, tidak ada alasan bagi PDIP untuk tidak bisa menuntasķan kasus ini, alasannya, Presiden dan Ketua DPR RI saat ini merupakan kader PDIP. Kemudian di Parlemen kòalisi Partai pendukung Presiden merupakan mayoritas, jika ada kemauan politik sudah bisa kasus tersebut di buka dan di ungkap kembali”, jelasnya.
Ikhyar menambahkan secara hukum dan HAM, kasus tersebut jelas pelanggarannya.
” Karena kudatuli ini di rancang oleh instrumen negara yang melibatkan pejabat sipil maupun Militer dan korbannya berjumlah ratusan selama bertahun tahun”, tegas ikhyar.
Iķhyar melanjutkan inilah saatnya PDIP tunjukkan keseriusan dan komitmennya kepada rakyat dan korban kudatuli 96 .
” jangan sudah tidak di urus malah isunya di jual sebagai komoditas politik”, sindirnya.
Peristiwa Kudatuli bisa dikatakan sebagai kerusuhan terbesar paska kejadian Malari 1974. Massa menyebar dimulai dari satu tempat hingga pemberontakan meluas di sepanjang jalan utama. Sambil bergerak massa membakar berbagai simbol kekuasaan politik dan ekonomi Orde Baru,–kantor Departemen Pertanian, bank, agen, mobil, dan sebagainya. Peristiwa ini berubah menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Dampak dari peristiwa 27 Juli menurut hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tercatat 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia. Akhir dari skenario peristiwa tersebut, pemerintah menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu aktivis PRD di seluruh Indonesia dan menjebloskan yang tertangkap ke penjara.