Anna Mariana Desainer Kain Songket Bali, Menjaga Mata Rantai Kain Tenun Tradisional

Foto: Anna Mariana Desainer Kain Songket (ist)

Desain kain tenun songket yang diciptakannya memiliki ciri khas dan corak tersendiri. Kain-kain itu diramu dari beragam jenis benang.

JAKARTA – Tak banyak orang muda dewasa ini tertarik untuk mengembangkan tenunan asli Indonesia yakni kain songket. Jika tidak ada regenerasi bukan tidak mungkin berbagai motif tenunan yang ada akan punah satu per satu. Kondisi memprihatinkan ini membuat seorang pengacara wanita bertahan menekuni dunia rancang busana dari kain tenun dan songket Bali.

Bacaan Lainnya

Anna Mariana namanya. Ia telah menekuni disain songket lebih dari 20 tahun lalu.”Saya sudah 20 tahun mendesain kain tenun bermotif Bali. Biasanya kain-kain itu untuk pesanan khusus di kalangan terbatas,” kata wanita kelahiran Solo yang kini menetap di Bali ini, usai acara peragaan busana karyanya di Jakarta, Rabu (7/9/2016).

Wanita yang terlihat awet muda dalam usia 60 ini sengaja memilih kain tradsional tidak lain karena para perajin kain songket mulai jarang ditemukan. Tidak banyak keturunan mereka yang meneruskan keterampilan itu. Sehingga dua hal langsung berjalan, melestarikan karya anak bangsa sekaligus menyalurkan hobi.

“Selain untuk pelestarian, saya juga ingin memberdayakan masyarakat pedesaan di Bali yang punya keterampilan ini,” ujarnya.

Desain kain tenun songket yang diciptakannya memiliki ciri khas dan corak tersendiri. Kain-kain itu diramu dari beragam jenis benang. Beberapa di antaranya adalah songket dengan bahan baku benang emas, songket benang perak, songket benang katun, songket benang sutra, dan kombinasi.

“Saya membina dan mempekerjakan lebih dari 20 perajin. Mereka mempunyai keahlian dan karya seni yang tinggi. Mereka sudah puluhan tahun berkarier dengan tenun sehingga sangat piawai,” kata Anna.

“Saya mengikat mereka bekerja dengan membantu menyediakan modal kerja agar mereka ada kepastian penghasilan. Dan, saya punya kepastian hasil karya mereka bisa saya dapatkan tepat waktu,” ujar Anna.

Setiap perajin menghasilkan karya dengan durasi waktu yang berbeda. Itu tergantung pada tingkat kesulitan dan jenis kain tenun yang dihasilkan, seperti kain yang dibuat dari benang sutra.

“Biasanya satu kain bisa selesai minimum satu bulan dan maksimum 6 bulan. Makin lama pengerjaan, akan makin baik dan sempurna hasilnya, sehingga akan makin mahal pula harga kainnya,” kata Anna yang menentukan harga kain karyanya mulai di bawah Rp10 juta hingga Rp60 juta.

Desain kain yang dirancang Anna menggunakan motif beragam. Ada motif kain tenun dan songket tradisional Bali ataupun motif-motif baru yang disusun dari bahan dan benang dengan kualitas terbaik. Kreasi warna yang dibuat ada yang mengikuti tren warna masa kini, ada pula yang dibuat dari wama-wama yang didapat dari bahan-bahan alami seperti dari daun-daunan dan kulit kayu.

“Biasanya, saya juga menyediakan jasa mendesain baju dan menjahitkannya. Jadi, harga kain yang dijual sudah satu paket. Ini memungkinkan desain garis baju untuk para klien pada akhimya jauh lebih sempuma. Karena, saya tahu persis desain untuk kain yang sesuai dengan karakter pemilik dan pemakainya!” ujar Anna.

Dirinya mengungkapkan agar seni keterampilan itu tidak hilang lantaraa penenun muda sangat sedikit. Ini tidak lain karena anak-anak muda di desa lebih memilih bekerja di luar rumah.

“Saya tetap berupaya mencari dan menemukan penenun muda. Mereka biasanya saya iming-imingi apa yang mereka butuhkan atau impikan. Kalaupun ada penenun muda, biasanya karena dipaksa orang tua jadi penerus,” ujar istri salah seorang petinggi kejaksaan ini. (wm/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan