Oleh: Drs. Harun Al Rasyid
MATAHARI bersinar sangat terik ketika saya tiba di Kota Parapat yang berada di sisi timur Danau Toba. Sinar teriknya itu memantul tajam menghantam air di permukaan danau yang jernih membiru. Senada dengan warna langit ketika itu, warna air danau tampak kemilau dan bergerak seirama dengan  hembusan angin. Sungguh panorama yang memanjakan mata.
Saya senggaja menumpang kenderaan umum menuju Parapat kali ini. Menaiki PO. Bintang Tapanuli memerlukan waktu sekitar lima jam dari Medan ke  Parapat. Berangkat pukul 10.00 wib pagi dari Terminal Amplas saya baru tiba di terminal Parapat sekitar pukul 14.00 wib siang.untuk itu saya harus  mengorek kocek sebesar Rp. 50.000,-. Dari terminal Parapat saya harus naik angkutan yang lebih kecil dengan tarif Rp. 5.000,- menuju pelabuhan ferry Ajibata karena saya berencana menyeberang ke Tomok dan menginap di Tuk-tuk.
Siapa pun yang datang ke Danau Toba pasti kagum dan takjub akan keindahan danau kaldera terbesar di dunia ini. Luas permukaannya mencapai 1.103  km2 dan luas daerah tangkapan air (catchment area) seluas 3.648 km2. Letak Danau Toba berjarak sekitar 176 km dari Kota Medan dengan ketinggin  904 meter di atas permukaan laut, sedangkan Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba terletak sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Jarak terpanjang permukaan danau sekitar 87 km dengan lebar 27 km dengan kedalaman yang paling dalam mencapai 505 meter.
Pada tahun 2011 pemerintah melalui Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  menjadikan Danau Toba sebagai Geopark Toba (Taman Bumi Nasional) bersama-sama Gunung Batur di Bali, Gunung Sewu di Pacitan, Gunung  Marangin di Jambi dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat. Lalu pada tahun 2013 Gubernur Sumatera Utara melalui Surat Keputusan No.  188.44/404/KPTS/2013 tanggal 26 Juni 2013 membentuk Tim Percepatan Geopark Toba dengan tugas utama mengajukan Geopark Toba menjadi  salah satu geopark dunia yang tergabung dalam Global Geopark Networking (GGN) yang dikoordinasi UNESCO (United Nations Educational. Scientific  and Cultural Organization) sebuah badan PBB yang mengurus Pendidikan, Ilmu Pegetahuan dan Kebudayaan.
Untuk memotivasi upaya ini, pada hari Kamis tanggal 27 Maret 2014, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono meresmikan nama baru Geopark Toba  menjadi Geopark Kaldera Toba. Pergantian nama ini didasarkan pada kenyataan bahwa yang bernilai warisan dunia itu ternyata bukan saja Danau Toba  tapi adalah juga kaldera peninggalan erupsi supervolcano Toba Purba yang berdampak global itu ternyata adalah kaldera terbesar di dunia.
Kawasan Kaldera Toba kini berada di wilayah tujuh kabupaten yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten  Tapanulu Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Simalungun. Ketujuh kabupaten ini mempunyai fungsi dan peran  masing-masing dalam menjadikan Geopark Kaldera Toba menjadi Global Geopark Network. Pemerintah Kabupaten Somosir, sebagai kabupaten sentral pengembangan Geopark Kaldera Toba telah bertekad menjadikan Danau Toba menjadi  impian masyarakat dunia karena keindahan yang luar biasa itu merupakan anugerah luar biasa Sang Pencipta untuk penduduk dunia.
Untuk itu Bupati  Kabupaten Samosir Ir. Mangandar Simbolon telah menjadikan Geopark Kaldera Toba sebagai Tujuan Wisata Internasional dan berbagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut telah dilakukan.
“Ada dua terobosan besar yang dilakukan yaitu konservasi lingkungan dan konservasi budaya. Konservasi lingkungan yang terus menerus dilaksanakan  adalah reboisasi dan penghijauan hutan di kawasan perbukitan Danau Toba, membangun Kebun Raya Samosir untuk menampung keanekaragam  hayati yang ada di Kawasan Geopak Kaldera Toba, dan menjaga kualitas dan kebersihan air Danau Toba,†kata Simbolon ketika saya menyambanginya di Kantor Bupati Samosir di Pangururan.
Kepada saya Simbolon menjelaskan, sebenarnya ada empat pilar tujuan pengembangan Geopark Kaldera Toba yaitu: (1) melindungi keanekaragaman bumi (geodiversity), dan konservasi lingkungan di sekitar geosite, (2) penumbuhan dan pengembangan ekonomi lokal secara berkelanjutan melalui  geowisata, (3) pendidikan dan risat ilmu geologi, biologi dan budaya secara luas, dan (4) melestarikan dan mempromosikan warisan bumi kepada dunia.
Rencana besar ini memang terasa berat, tapi nampaknya tekad Mangandar Simbolon dan jajarannya tidak main-main. Baginya tidak ada lagi potensi daerah yang bisa dikembangkan selain mengangkat Geopark Kaldera Toba ke tingkat dunia. “Kita ingin menghadirkan mimpi masyarakat dunia untuk menikmat keindahan alam Danau Toba yang merupakan anugerah tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada penduduk bumi,†katanya lagi. (bersambung/gr)